Pendahuluan
Rukun wakalah dan syaratnya secara syariat merupakah hal yang penting untuk diketahui bagi setiap muslim, agar setiap akad yang dilakukannya menjadi sah dan tidak terjerumus kepada pembatalan akad.
Baca juga: Mengenal Akad Wakalah
Pengertian Akad Wakalah dan Rukun-Rukunnya
Wakalah adalah salah satu bentuk akad, dan akad tersebut tidak sah apabila rukun-rukunnya tidak terpenuhi. Rukun wakalah adalah ijab kabul. Dalam ijab kabul, tidak disyariatkan bentuk kalimat tertentu, tetapi sah dilakukan dengan sebuah ucapan atau perbuatan yang menunjukkan perwakilan. Antara orang yang mewakilkan dan yang menjadi wakil boleh mengundurkan diri dari perwakilan dan membatalkan akad kapan saja, karena perwakilan termasuk akad yang tidak mengikat.
Pelaksanaan akad wakalah boleh dilakukan secara langsung, boleh digantungkan pada syarat tertentu, boleh disandarkan pada masa waktu yang akan datang, juga diperbolehkan pembatasan waktu atau pada pekerjaan tertentu. Contoh pada yang akan dilaksanakan secara langsung adalah, “Aku memilihmu sebagai wakil dalam pembelian barang ini.” Contoh yang digantungkan pada sesuatu adalah, “Apabila terjadi sesuatu, maka kamu menjadi wakilku.” Contoh yang disandarkan pada masa waktu yang akan datang adalah, “Apabila bulan Ramadan tiba, maka aku telah menunjukmu sebagai wakilku.” Adapun yang dibatasi dengan waktu atau pekerjaan, misalnya, “Aku menunjukmu sebagai wakil selama satu tahun,” atau “untuk mengerjakan ini.”
Syarat-Syarat Akad Wakalah
Perwakilan akan menjadi tidak sah kecuali jika memenuhi syarat-syaratnya. Di antara syarat-syarat dalam perwakilan, ada yang berkaitan dengan muwakil, ada yang berkaitan dengan wakil, dan ada yang berkaitan dengan muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan).
-
Syarat pada muwakil
Syarat pada muwakil adalah bahwa dia merupakan orang yang memiliki kuasa terhadap suatu tindakan yang ia wakilkan. Apabila dia tidak memiliki kuasa untuk bertindak, seperti orang gila dan anak kecil yang belum mumayyiz (mampu membedakan mana yang baik dan buruk), maka penunjukkan wakil olehnya tidaklah sah. Orang gila dan anak kecil yang belum mumayyiz tidak boleh menunjuk orang lain sebagai wakil karena keduanya tidak memiliki kelayakan untuk melakukan suatu tindakan. Apabila anak kecil yang sudah mumayyiz, dia diperbolehkan memberikan hak perwakilan dalam segala tindakan yang mendatangkan kemaslahatan, seperti penerimaan hadiah, sedekah, dan wasiat.
-
Syarat pada wakil
Kemudian, syarat pada wakil adalah orang yang berakal. Apabila orang yang ditunjuk sebagai wakil adalah orang yang gila, idiot, atau anak kecil yang belum mumayyiz, maka penunjukkannya sebagai wakil tidak sah. Adapun anak kecil yang telah mumayyiz, maka penunjukkannya sebagai wakil sah menurut para ulama mazhab Hanafi, karena statusnya seperti orang dewasa dalam segala tindakan yang berhubungan dengan dunia. Sebagai contoh, Amru bin Sayyidah Ummu Salamah menikahkan ibunya dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam ketika dia masih kecil dan dalam keadaan belum balig.
-
Syarat pada Muwakkal Fih
Adapun syarat muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), adalah bahwa hal tersebut diketahui oleh orang yang menjadi wakil, atau setidaknya ketidaktahuannya tidak melampaui batas, terkecuali apabila muwakil tidak memberi batasan, seperti ucapan, “Belikan sesuatu untukku apa saja yang kamu hendaki.” Disyaratkan juga agar muwakkal fih bisa diwakilkan.
Kesimpulan
Kesimpulannya, rukun wakalah dan syaratnya merupakan elemen penting yang harus dipenuhi agar akad wakalah sah menurut syariat Islam. Setiap akad wakalah harus melibatkan ijab kabul yang jelas, serta memenuhi syarat-syarat terkait dengan muwakil (orang yang mewakilkan), wakil (orang yang menerima perwakilan), dan muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan). Dengan memahami rukun dan syarat wakalah ini, kita dapat memastikan bahwa setiap perwakilan yang dilakukan berjalan sesuai dengan ketentuan agama, menjaga keabsahan akad dan kebaikan dalam transaksi perwakilan.
Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh: Muhammad Sobron Jamil