Beranda » Rukun-Rukun Akad: Syarat Sahnya Perjanjian dalam Islam

Rukun-Rukun Akad: Syarat Sahnya Perjanjian dalam Islam

Pengertian dan Fungsi Rukun dalam Akad Syariah

oleh Muhammad Ihsan Jusrin
0 komentar 154 views

Rukun-Rukun Akad

Pengantar

         Di dalam syariat Islam kerap kita dapati istilah rukun, sebab itu mari kita kenali makna dari rukun itu sendiri.

Pengertian Rukun

Secara etimologi rukun di ambil dari bahasa arab ركن   yang berarti sisi yang padanya disandarkan sesuatu atau padanya berdiri sesuatu, misalnya rukun tembok adalah pasaknya.

الركن اصطلاحاً: هو الداخل في حقيقة الشيء المحقق لماهيته،

وقيل: هو: ما يتم به الشيء، وهو داخل فيه

Rukun secara istilah atau terminologi yaitu sesuatu yang berada di dalam hakikat suatu substansi. Dikatakan juga rukun adalah apa saja yang dengannya sesuatu menjadi sempurna dan dia berada di dalamnya.

Disebutkan dalam KBBI kata rukun bermakna sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu pekerjaan.

Adapun pengertian akad sudah kita jelaskan pada artikel berikut: https://fiqihmuamalah.com/1807-memahami-macam-macam-akad-dalam-islam.html

Maka rukun akad adalah sesuatu yang dengannya akad dapat dikatakan sah dan dia berada di dalam kegiatan akad.

 Rukun-Rukun Akad

  1.     Al-Muta’aqidan (المتعاقدان)

Rukun pertama yaitu diharuskan keberadaan dua pihak (subjek) yang melakukan akad, pihak pertama akan berperan sebagai pemberi dan pihak lainnya berperan sebagai penerima.

Misal: Pada jual beli diharuskan adanya penjual dan pembeli, adapun pada akad ijaroh (sewa menyewa) diharuskan adanya pihak yang menyewakan dan pihak penyewa.

  1.     Al-Ma’qudu ‘alaihi (المعقود عليه)

Rukun kedua yaitu adanya objek yang padanya dilakukan akad. Hal ini mencakup dua hal yaitu alat bayar staman  (الثمن)  dan sesuatu yang akan diserahkan al mutsman (المثمن) 

Misal: Muhammad membeli motor dengan harga 5 juta rupiah.

Motor adalah barang yang akan diserahkan sedangkan 5 juta rupiah adalah alat bayar.

Catatan: dalam hal ini tidak dipersyaratkan penggunaan mata uang sebagai alat bayar namun juga dapat menggunakan barang-barang yang dapat ditetapkan nilainya. Namun harus menghindari hal-hal yang dilarang seperti riba (simak penjelasannya di sini).

  1.     Ash-Shigoh (الصيغة)

Rukun ketiga yaitu diharuskan adanya format kata yang menunjukkan pada akad atau ucapan dari kedua pihak yang menunjukkan adanya serah terima, biasanya lebih dikenal dengan ijab dan qobul.

Misal: Perkataan penjual saya jual barang ini dengan harga 500 ribu rupiah, dan perkataan pembeli saya membeli barang ini dengan harga 500 ribu rupiah.

Baca juga: perencanaan-keuangan-islami-konsumerisme

Syarat-syarat yang harus terpenuhi pada ketiga rukun di atas:

  1.     Syarat pada subjek yang melakukan akad:

Syarat yang harus ada pada pihak yang melakukan akad yaitu jaiz at-tasharruf. Di dalam syariat jaiz at-tasharruf adalah yang mencakup 4 hal berikut::

  1. Baligh: yaitu dia telah mencapai masa pubertas atau secara syariat adalah seseorang telah dikatakan sebagai mukallaf. Tidak diperbolehkan anak kecil melakukan akad kecuali pada hal-hal yang remeh seperti membeli permen.
  2. Hurr: seseorang yang merdeka, maka budak tidak boleh melakukan akad karena hartanya merupakan harta tuannya.
  3. Aql: yaitu orang yang memiliki akal sehat. Orang yang dalam keadaan gila tidak diperbolehkan melakukan akad.
  4. Rasyid: seseorang yang memiliki kemampuan untuk menggunakan hartanya dengan baik.

 

  1.     Syarat pada al-ma’qudu alaihi:

  2. Mubaahun naf’: yaitu objek akad merupakan sesuatu yang dibolehkan secara syariat. Maka tidak boleh melakukan akad pada sesuatu yang haram seperti minuman keras (khamr).
  3. Thohir: objek akad merupakan sesuatu yang suci. Tidak diperbolehkan melakukan akad kepada objek yang najis, misal: anjing dan babi.
  4. Mulk: objek akad merupakan sesuatu yang dimiliki oleh subjek yang melakukan akad, maka tidak sah melakukan akad pada sesuatu yang tidak ia miliki.
  5. Ma’lum: alat tukar dan barang yang akan diserahkan merupakan sesuatu yang diketahui ketika waktu akad. Maka tidak diperbolehkan sesuatu yang tidak diketahui wujudnya karena akan terjadi gharar.
  6. Qudrah: objek akad merupakan sesuatu yang dapat diserahkan, tidak boleh melakukan akad terhadap sesuatu yang tidak bisa diserahkan, seperti mobil yang telah dicuri.

 

  1.     Syarat pada shighoh

Secara umum ucapan yang menunjukkan pada akad maka hal itu dianggap sebagai shighoh yang benar. Terdapat kaedah yang penting terkait shigoh yaitu:


“العبرة في العقود بالمقاصد والمعاني لا بالألفاظ والمباني”

“Menilai suatu akad adalah dengan maksud dan makna yang terkandung, bukan dengan lafaz atau bentuk suatu kalimat” 

Maksudnya adalah hakikat akad tidak dinilai dari  lafaz yang digunakan namun kita melihat apa yang dimaksudkan dari lafadz tersebut, misal: Muhammad menghibahkan rumah kepada zaid dengan harga 100 juta rupiah, maka disini kita katakan bahwa yang diinginkan bukanlah hibah sebagaimana hakikatnya akan tetapi bermaksud untuk melakukan jual beli.

Baca juga: Sukuk: Investasi Cerdas yang Berlandaskan Syariah – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Kesimpulan

Setelah kita menjelaskan serta menyebutkan apa saja rukun-rukun akad, maka akad tidak akan terjadi kecuali jika tiga rukun tersebut ada dalam suatu akad beserta syarat-syaratnya. Jika tidak terpenuhi satu rukun dan syaratnya maka akad dikatakan tidak sah.

         Semoga kita senantiasa diberikan keberkahan dalam kegiatan muamalah yang kita lakukan dengan mengenali hal-hal yang telah ditetapkan oleh syariat.

Baca juga: Syarat Sah Jual Beli (Bagian 1) – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Oleh: Muhammad Ihsan Jusrin

Artikel: fiqihmuamalah.com

Universitas Islam Madinah, 30 Oktober 2024


Referensi

  • Abdul Karim An-Namlah, Al-Muhazzab fii ‘Ilmi Ushul al-Fiqhi al-Muqoron. (Riyadh: Maktabah Rusyd, 1420 H).
  • Prof. Dr. Kholid Musyaiqih, Qawaid al-‘Aqd. (Riyadh: Dar Rakaiz, 1445 H).
  • Ahmad bin Alhusain Al-Ashbahaniy, Matan al-Ghoyatu wa at-Taqrib. (Riyadh: Maktabah At-Taubah, 2018).

You may also like

Tinggalkan komentar

kosultasi syariah