Banyak yang bertanya, mengapa dalam Islam kita dilarang menjual barang yang belum dimiliki, tetapi akad salam justru diperbolehkan?
Baca juga: Akad Salam: Memahami Jual Beli Berjangka dalam Islam
Untuk menjawabnya, kita perlu memahami hadis yang menjadi dasar larangan ini, yakni hadis dari Hakim bin Hizam:
عن حَكيمِ بنِ حزامٍ قالَ : يا رسولَ اللَّهِ ، يأتيني الرَّجُلُ فيريدُ منِّي البيعَ ليسَ عِندي ، أفأبتاعُه لَه منَ السُّوقِ ، فقالَ (: لا تبِع ما ليسَ عندك) رواه أبو داود (3503)
Dari Hakim bin Hizam berkata: “Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku dan ingin membeli sesuatu dariku, tetapi barang itu tidak ada padaku. Bolehkah aku membelinya untuknya dari pasar?” Rasulullah bersabda: “Jangan menjual apa yang tidak kamu miliki.” HR. Abu Daud (3503)
Agar lebih jelas, mari kita bedah jenis-jenis barang yang biasanya diperdagangkan dalam transaksi jual beli.
Jenis-Jenis Barang dalam Transaksi Jual Beli
- Barang tertentu yang sudah ada secara fisik: Barang ini adalah barang nyata yang bisa dilihat dan siap diserahkan kepada pembeli. Contohnya seperti mobil, rumah, atau pakaian yang ada di hadapan kita saat transaksi terjadi.
- Barang yang belum ada, tapi memiliki spesifikasi yang jelas: Barang ini belum ada wujudnya saat akad, tetapi spesifikasinya sudah dijelaskan, seperti ukuran, kualitas, dan waktu penyerahannya. Contohnya, barang yang akan dipanen atau diproduksi.
Menjual Barang yang Belum Dimiliki (Dilarang)
Jika objek transaksi adalah barang tertentu yang sudah ada, syarat utamanya adalah penjual harus benar-benar memiliki barang tersebut dan/atau memiliki kemampuan untuk menyerahkannya kepada pembeli.
Contoh Kasus:
- Ali ingin menjual mobil kepada Budi. Mobil ini sudah ada dan siap digunakan, tetapi Ali belum sah memiliki mobil tersebut, karena belum dibayar atau masih dimiliki orang lain.
- Jika Ali menjual mobil ini kepada Budi tanpa kepemilikan sah, maka transaksi ini termasuk larangan dalam hadis Hakim bin Hizam. Kenapa? Karena Ali tidak memiliki kontrol penuh atas mobil tersebut, sehingga berisiko tidak dapat menyerahkannya kepada Budi.
Hal ini dilarang karena menimbulkan gharar (ketidakpastian), yang dapat merugikan pembeli.
Akad Salam: Menjual Barang yang Belum Ada (Diperbolehkan)
Berbeda dengan menjual barang yang belum dimiliki, akad salam memperbolehkan transaksi barang yang belum ada dengan syarat-syarat tertentu:
- Pembayaran dilakukan tunai di majelis akad.
- Waktu penyerahan barang ditentukan dengan jelas.
- Barang harus sesuai dengan spesifikasi yang disepakati.
Contoh Kasus:
- Ahmad ingin membeli 1 ton gandum dari Zaid, namun gandum tersebut belum dipanen. Ahmad menyerahkan uang tunai sebesar 5.000 SAR kepada Zaid saat akad berlangsung, dan mereka sepakat bahwa gandum akan dikirim 3 bulan kemudian dengan kualitas dan kuantitas yang sudah ditentukan.
- Ini adalah contoh akad salam yang diperbolehkan, karena meskipun barangnya belum ada, detail transaksi sudah jelas dan pembayarannya dilakukan di muka.
Kesimpulan
- Menjual barang tertentu yang tidak dimiliki dilarang karena menimbulkan risiko ketidakpastian, yang dapat merugikan pembeli.
- Sebaliknya, akad salam diperbolehkan karena meskipun barang belum ada, transaksi dilakukan dengan transparan: spesifikasi barang jelas, pembayaran dilakukan di muka, dan waktu penyerahan sudah disepakati.