Beranda » Akad Salam: Memahami Jual Beli Berjangka dalam Islam

Akad Salam: Memahami Jual Beli Berjangka dalam Islam

Menjelajahi Konsep, Hukum, dan Syarat Akad Salam dalam Muamalah

oleh Jundi Qoriba, B.A., M.A.
0 komentar 182 views

Pengertiannya

Akad salam adalah perjanjian jual beli di mana barang yang dijual belum ada saat transaksi dilakukan, tetapi sudah dijelaskan spesifikasinya dan akan diserahkan di kemudian hari. Sementara itu, pembayarannya dilakukan di muka.

Baca juga: Mengapa Menjual Barang yang Tidak Dimiliki Dilarang, tetapi Akad Salam Diperbolehkan?

Hukumnya beserta Dalilnya

Salam disyariatkan di dalam Islam, berdasarkan hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:

عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: قدم رسول الله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – المدينة، وهم يسلفون في الثمار السنة والسنتين، فقال: (من أسلف، فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم)

Artinya:

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Ketika Rasulullah ﷺ tiba di Madinah, orang-orang di sana biasa melakukan pembayaran di muka untuk buah-buahan yang akan dipanen setahun atau dua tahun kemudian. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang melakukan pembayaran di muka (salam), hendaknya dia melakukannya dengan takaran yang jelas, berat yang jelas, dan waktu penyerahan yang jelas.” (Muttafaqun alaihi)

Hikmah Disyariatkannya Salam

Pertama-tama, akad salam memberikan kemudahan bagi masyarakat. Syariat Islam membolehkan akad ini untuk memberikan kelonggaran bagi umat dalam menjalankan aktivitas bisnis.

Selain itu, akad salam juga dapat menjadi bantuan penting bagi pengusaha. Terkadang, seorang pengusaha mungkin tidak memiliki modal tunai yang cukup untuk memproduksi barang atau menjalankan usahanya. Dalam kondisi seperti itu, akad salam menjadi solusi yang tepat.

Lebih jauh lagi, akad salam dapat berfungsi sebagai alternatif pembiayaan. Jika pengusaha tidak menemukan sumber pinjaman, akad salam diperbolehkan agar ia tetap dapat menjalankan bisnisnya tanpa harus meminjam uang dengan riba.

Pada akhirnya, akad salam mendorong investasi. Dengan adanya akad ini, pengusaha tidak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan dan menginvestasikan usahanya.

Syarat-Syarat Diperbolehkannya Salam

Salam adalah salah satu jenis jual beli. Oleh karena itu, syarat-syarat yang berlaku untuk sahnya akad jual beli juga berlaku dalam akad salam, ditambah dengan syarat-syarat berikut ini:

  1. Barang yang dijual harus jelas spesifikasinya
    Barang yang diperjualbelikan dalam akad salam harus dapat dijelaskan dengan jelas melalui ukuran, berat, atau panjang, sehingga tidak menimbulkan perselisihan.
  2. Pengukuran harus sesuai standar
    Selanjutnya, jumlah atau volume barang harus sesuai dengan standar yang biasa digunakan. Misalnya, barang yang biasa diukur dengan timbangan tidak boleh diukur dengan takaran, dan sebaliknya.
  3. Harus jelas jenis dan kualitas barang
    Selain itu, jenis dan kualitas barang yang dijual harus disebutkan dengan detail agar tidak ada kebingungan.
  4. Barang menjadi utang dalam tanggungan
    Karena barang yang diperjualbelikan belum ada saat akad, maka barang tersebut menjadi utang yang harus dipenuhi oleh penjual di kemudian hari.
  5. Penyerahan barang ditunda (berjangka)
    Barang yang diperjualbelikan akan diserahkan di kemudian hari, bukan langsung saat akad berlangsung.
  6. Waktu penyerahan harus jelas
    Tidak hanya itu, jangka waktu penyerahan barang harus sudah ditentukan dengan jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak.
  7. Pembayaran harus diterima penuh di awal
    Selain itu, harga barang harus dibayar penuh dan jelas pada saat akad dilakukan, sebelum kedua belah pihak berpisah dari tempat akad.
  8. Barang yang dijual harus tersedia pada waktu penyerahan
    Terakhir, barang yang diperjualbelikan dalam akad salam harus biasanya tersedia ketika waktu penyerahan tiba. Jika barang tersebut jarang atau sulit ditemukan pada waktu tersebut (misalnya kurma segar di musim dingin), maka akad tidak sah karena mengandung ketidakpastian (gharar).

Semoga bermanfaat.
(Sumber: Kitab Fiqih Muyassar)
Ditulis oleh: Jundi Qoriba, M.A

You may also like

Tinggalkan komentar

kosultasi syariah