Beranda » Hukum Deposito Uang Kas Masjid: Solusi Syariah & Etika Pengelolaan Amanah Umat

Hukum Deposito Uang Kas Masjid: Solusi Syariah & Etika Pengelolaan Amanah Umat

Amanah Kas Masjid: Niat Pemberi dan Batasan Penggunaan

0 komentar 37 views

Konsultasi Syariah: Dana Kas Masjid Rp163 Juta Didepositokan, Bolehkah?

Dijawab oleh: Ustadz Asep Ridwan Taufik, M.A (Kandidat Doktor Ekonomi Islam, UIM)

Pertanyaan:

Mohon maaf izin bertanya. Bagaimana jika ada masjid di kampung yang uang kasnya senilai 163 jutaan rupiah kemudian didepositokan? Sementara itu, tidak ada pembangunan signifikan bahkan kegiatan sosial masyarakat pun masih meminta sumbangan dari warga sekitarnya.

Syukron jazakumullah Khoiron 🙏🏼

Baca juga: Apakah Deposito Wajib Zakat Setiap Tahun?

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Terima kasih atas pertanyaan Anda yang sangat penting ini. Kondisi yang Anda gambarkan mengenai uang kas masjid yang besar dan didepositokan sementara masih meminta sumbangan, memang perlu dicermati dari sudut pandang syariah dan etika pengelolaan dana umat.

Hakikat Uang Kas Masjid: Amanah dan Syarat Pemberi Sumbangan

Uang kas masjid, termasuk yang mencapai Rp163 juta, berasal dari infak dan sedekah jamaah. Ini adalah tabarru’ (sumbangan). Artinya, uang tersebut diserahkan dengan niat untuk kemaslahatan masjid dan umat. Oleh karena itu, pengelola masjid (takmir) tidak boleh menggunakan uang tersebut di luar fungsi utama masjid, kecuali dengan izin dari para penyumbang (mutabarri’) atau setidaknya ada asumsi kuat bahwa mereka ridha.

Dalam fatwa Dairoh al-Ifta al-Aam (Badan Fatwa Yordania) disebutkan:

“Adapun investasi dana sedekah, maka agar dibolehkan secara syar’i, wajib terlebih dahulu memberitahukan kepada para pemberi sedekah saat pengumpulan dana, karena maksud dari para pemberi sedekah adalah agar harta itu segera disalurkan kepada pos yang telah mereka tentukan. Bisa jadi mereka tidak ridha jika penyaluran itu ditunda, atau tidak setuju kalau harta itu dihadapkan pada risiko kerugian. Dan syarat yang ditetapkan oleh pemberi sedekah itu wajib diperhatikan dalam hukum syariat.” (Fatwa No. 3808, 25-09-2023)

Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari rahimahullah juga berkata: “Jika orang yang berwakaf menetapkan suatu syarat tertentu… maka syarat tersebut wajib diikuti, sebagai bentuk penghormatan terhadap maksud wakif dan pelaksanaan terhadap syaratnya.” ([Fath al-Wahhab, 1/308])

Secara prinsip, penyaluran dana tabarru’ harus mengikuti maksud dan syarat dari mutabarri’. Dalam konteks ini, mutabarri’ memiliki kedudukan seperti wakif (pemberi wakaf), dan dalam kaidah fikih disebutkan bahwa “syarat wakif itu seperti teks syariat”, artinya wajib dipatuhi. Dengan demikian, jika dana masjid ingin diinvestasikan, misalnya dalam deposito, harus ada pemberitahuan atau niat dari awal bahwa uang tersebut dapat diinvestasikan.

Baca juga: Bahaya Riba dalam Islam Menurut Al-Qur’an dan Sunnah

Deposito Bank Konvensional vs. Bank Syariah

Menanggapi pertanyaan Anda tentang mendepositokan dana Rp163 juta tersebut:

  • Deposito di Bank Konvensional: Jika didepositokan di bank konvensional, maka hukumnya haram. Hal ini karena deposito di bank konvensional mengandung unsur riba (bunga) yang diharamkan dalam syariat Islam. Mengelola uang umat dengan cara yang mengandung riba adalah hal yang tidak dibenarkan.
  • Deposito di Bank Syariah: Meskipun menggunakan sistem bagi hasil, masih ada perbedaan pendapat ulama terkait keabsahan sistem bagi hasil yang digunakan. Mengingat ini menyangkut uang umat yang merupakan amanah, sebaiknya pengurus masjid menjauhi hal tersebut, sebagai bentuk kehati-hatian (ihtiyat) dan untuk menghindari keraguan (syubhat) dalam pengelolaan dana umat.

Baca juga: Bolehkah Tidak Menikah dalam Islam? Ini Hukum dan Dalilnya

Permasalahan Etika Pengelolaan Dana Umat

Seperti yang Anda sampaikan, jika masjid tidak sedang dalam program pembangunan signifikan dan masih sering mengajukan permintaan sumbangan, sementara dana Rp163 juta mengendap di deposito, ini adalah permasalahan etika yang krusial.

Akan jauh lebih baik jika dana yang sudah ada dimanfaatkan untuk hal-hal yang nyata dan langsung dirasakan manfaatnya oleh jamaah, seperti:

  • Memperbaiki fasilitas masjid yang mungkin rusak atau kurang memadai.
  • Menyelenggarakan kajian-kajian Islam secara rutin atau program pendidikan Al-Qur’an.
  • Melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan yang membutuhkan dana, tanpa harus terus-menerus meminta sumbangan baru.

Pemanfaatan dana yang transparan, akuntabel, dan langsung memberikan manfaat akan meningkatkan kepercayaan umat dan mendukung fungsi masjid sebagai pusat ibadah, dakwah, dan pembinaan umat.

Kewajiban Zakat atas Uang Kas Masjid

Terkait permasalahan zakat pada harta tersebut, perlu diketahui bahwa harta masjid termasuk dalam kategori mal ‘aam (harta milik umum). Ulama berpendapat bahwa tidak wajib zakat atas harta seperti ini, karena bukan milik individu yang memenuhi syarat kepemilikan penuh (milkun tam) untuk diwajibkan zakat.

Baca juga: Istri Minta Cerai karena Suami Selingkuh dan suka menonton porno

Kesimpulan

Uang kas masjid adalah amanah besar dari umat. Menyimpan dana sebesar Rp163 juta dalam bentuk deposito, apalagi di bank konvensional yang mengandung riba, adalah hal yang bermasalah secara syariah dan etika pengelolaan dana umat. Meskipun di bank syariah, sebaiknya dihindari karena adanya perbedaan pendapat ulama dan prinsip kehati-hatian.

Lebih baik dana tersebut digunakan secara produktif dan langsung untuk kemaslahatan jamaah, sesuai niat para penyumbangnya. Prioritaskan transparansi, akuntabilitas, dan pemanfaatan dana yang membawa manfaat nyata bagi kemakmuran masjid dan umat.

Wallahu a’lam.

You may also like

Tinggalkan komentar

kosultasi syariah