Utang Uang Dibayar Berdasarkan Harga Emas Saat Ini, Apakah Diperbolehkan?
Dijawab oleh: Tim Penulis Fiqihmuamalah.com
Pertanyaan:
Pada tahun 2020, orang tua dari teman saya pernah berutang sejumlah uang sekitar Rp7.000.000, yang berasal dari hasil penjualan emas. Jadi, yang diterima adalah uang tunai, bukan emas fisik. Sekarang, di tahun 2025, pihak pemberi utang meminta agar utang tersebut dikembalikan berdasarkan nilai emas yang setara dengan berat emas pada tahun 2020, yang jika dikonversikan ke harga emas saat ini menjadi sekitar Rp14.700.000. Apakah akad dan pengembalian semacam ini diperbolehkan menurut syariat?
Baca juga: Hukum Deposito Uang Kas Masjid: Panduan Syariah & Etikanya
Jawaban:
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد
Zhahir dari pertanyaan ini menunjukkan bahwa:
Yang diutang adalah uang, bukan emas fisik.
Namun dalam pengembaliannya, jumlah uang ditentukan berdasarkan nilai emas saat ini.
Dalam kasus seperti ini, penting untuk diketahui bahwa:
Mengembalikan utang uang berdasarkan indeks emas hukumnya tidak diperbolehkan (haram).
Baca juga: Istri Minta Cerai karena Suami Selingkuh dan suka menonton porno
Penjelasannya:
Utang uang harus dikembalikan sesuai dengan nominal uang yang dipinjam, bukan disesuaikan dengan harga emas, harga barang, atau indeks lainnya. Mengaitkan (mengindeks) nilai utang uang dengan harga emas termasuk dalam bentuk muamalah yang dilarang dalam syariat, karena mengandung unsur:
Gharar (ketidakjelasan),
Riba, dan
Ketidakseimbangan dalam timbal balik akad (‘adamut-tamatsul).
Hal ini telah diputuskan oleh Majma’ Al-Fiqh Al-Islami Ad-Duwali (Dewan Fikih Islam Internasional) dalam sidangnya yang ke-12 di Riyadh, Arab Saudi:
لا يجوز شرعًا الاتفاق عند إبرام العقد على ربط الديون الآجلة بشيء مما يلي:
أ- الربط بعملة حسابية.
ب- الربط بمؤشر تكاليف المعيشة أو غيره من المؤشرات.
ج- الربط بالذهب أو الفضة.
د- الربط بسعر سلعة معينة.
هـ- الربط بمعدل نمو الناتج القومي.
و- الربط بعملة أخرى.
ز- الربط بسعر الفائدة.
ح- الربط بمعدل أسعار سلة من السلع.
Artinya:
Tidak diperbolehkan secara syar’i untuk mengaitkan utang yang ditangguhkan dengan salah satu hal berikut saat akad:
(a) nilai mata uang tertentu,
(b) indeks biaya hidup,
(c) harga emas atau perak,
(d) harga barang tertentu,
(e) tingkat pertumbuhan ekonomi,
(f) mata uang asing,
(g) suku bunga, atau
(h) harga rata-rata sekumpulan barang.(1)
Baca juga: Bolehkah Tidak Menikah dalam Islam? Ini Hukum dan Dalilnya
Kesimpulan:
Jika yang dipinjam adalah uang tunai, maka pengembaliannya wajib dilakukan dengan jumlah nominal yang sama—tanpa dihubungkan dengan harga emas, perak, atau nilai tukar lainnya.
Menjadikan emas sebagai acuan pengembalian utang uang adalah bentuk riba yang dilarang syariat karena menyebabkan ketidakseimbangan (gharar dan riba fadhl).
Baca juga: Apakah Deposito Wajib Zakat Setiap Tahun?
Catatan kaki:
(1) Majma’ Al-Fiqh Al-Islami, Resolusi tentang at-Tadhakhkhum wa Taqayyur Qīmat al-‘Umlah, Sidang ke-12, Riyadh, 1421 H / 2000 M.