Beranda » Titip Transfer untuk Teman, Apakah Termasuk Riba?

Titip Transfer untuk Teman, Apakah Termasuk Riba?

Biaya Tambahan dalam Transfer: Apakah Termasuk Riba?

oleh Aditya Prayogo, S.hum
3 komentar 170 views

KONSULTASI SYARIAH

Pertanyaan: 

Assalamu’alaikum ustadz, teman titip transfer untuk mengikuti kelas, karna tidak punya rekening bank. Apakah hal tersebut termasuk riba?

Inas Zaizafun Satira – Dompu, NTB. 

Baca juga: Bolehkah Menghibahkan Harta kepada Anak Laki-Laki Saja? Pendapat Syariat yang Perlu Anda Ketahu – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Jawaban: 

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh. 

Permintaan teman untuk mentransferkan sejumlah uang ke suatu pihak karena ia tidak memiliki rekening bank tidak termasuk riba, selama transaksi tersebut dilakukan dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan syariat Islam. Untuk memahami masalah ini secara lebih detail, berikut kami uraikan beberapa poin yang semoga dapat dipahami oleh penanya.

Definisi Riba

Riba secara bahasa berarti bertambah (الزيادة). Secara istilah, riba adalah menambahkan beban kepada pihak yang berhutang (riba dayn) atau menambahkan takaran saat melakukan tukar menukar 6 komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) dengan jenis yang sama, atau tukar menukar emas dengan perak atau makanan dengan makanan dengan  cara tidak tunai (riba bai’)[1]. Contoh: Menukar 1 kg beras dengan 1,5 kg beras atau meminjam uang Rp100.000 dan harus mengembalikan Rp120.000 karena waktu pelunasannya ditunda. Maka tambahan atau kelebihan tersebut dinamakan riba. 

Allah ﷻ berfirman, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran: 130). 

Dalam kasus ini, jika Anda hanya membantu mentransfer uang tanpa meminta tambahan manfaat atau memberikan syarat tertentu kepada teman, maka transaksi tersebut tidak termasuk riba.

Baca juga: Hukum Pembagian Hasil Sewa Tanah dalam Islam

Ada beberapa poin dalam masalah ini yang perlu diperhatikan: 

  1. Tindakan Anda sebagai Perantara

Anda hanya berperan sebagai perantara yang mentransfer uang ke pihak penyelenggara kelas. Uang yang Anda transferkan berasal dari teman Anda, bukan uang Anda sendiri. Anda tidak memberikan pinjaman kepada teman, melainkan membantu menyampaikan uangnya, ini termasuk bentuk perwakilan (wakalah) yang tidak mengandung unsur riba. 

Sebagai contoh Nabi ﷺ berkata kepada sebagian sahabatnya ketika mereka akan berangkat ke Khaybar, 

إذا أتَيتَ وكيلي، فخُذْ منه خَمسةَ عَشَرَ وَسْقًا

“Jika kamu datang kepada wakilku, ambillah darinya lima belas wasq.” (HR. Abu Daud 3632). Ini menunjukan dibolehkan adanya perwakilan[2].  

  1. Jika Anda Mendahulukan Uang Anda

Jika Anda mentransfer dari dana pribadi, lalu teman Anda mengganti uang Anda setelahnnya, maka ini dianggap sebagai pinjaman tanpa bunga (qard hasan) selama tidak ada syarat tambahan keuntungan materil yang Anda terima dari teman. 

Catatan penting: Jika ada syarat bahwa teman Anda harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamkan, maka ini termasuk riba yang diharamkan. 

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ ووجه من وجوه الربا

“Setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat adalah salah satu bentuk riba.” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan 5/350 dan Ma’rifat As Sunan wa Al Atsar 8/169). Hadis ini dinilai lemah oleh Imam Ibnu Hajar dalam At Talkhis Al Habir 3/34 dan Al Albani dalam Irwa’ Al Ghalil 5/235.  

Meskipun hadis ini lemah, maknanya tetap dianggap benar, namun tidak secara mutlak. Pinjaman yang mendatangkan manfaat dan dianggap sebagai riba atau salah satu bentuk riba adalah pinjaman yang diiringi dengan syarat dari pemberi pinjaman untuk mendapatkan manfaat tertentu bagi dirinya sendiri. Pinjaman seperti ini dilarang secara syariat[3].

Adapun jika tidak ada syarat seperti itu, tetapi penerima pinjaman memberikan sesuatu kepada pemberi pinjaman (misalnya hadiah) tanpa ada kesepakatan sebelumnya, maka hal ini diperbolehkan dan tidak menjadi masalah. Bahkan, ini termasuk dalam bentuk membalas kebaikan dengan kebaikan[4].  

Rasulullah ﷺ bersabda, 

إنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً

“Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam melunasi hutang.” (HR. Bukhari 2305 dan Muslim 1601).

  1. Adanya Biaya Tambahan dalam Proses Transfer 

Jika lembaga atau penyedia jasa transfer (misalnya, bank) membebankan biaya tambahan untuk layanan transfer, maka ini bukan termasuk riba, melainkan biaya jasa (ujrah). Hal ini diperbolehkan selama biaya tersebut wajar dan sesuai dengan layanan yang diberikan[5].

Baca juga: Mahar dalam Islam: Hakikat dan juga Esensingya.

Riba yang Harus Dihindari

Dalam situasi ini, ada dua bentuk riba yang perlu diperhatikan, diantaranya: 

  1. Riba Dayn
  • Mensyaratkan tambahan dalam pinjaman. Contoh: Seseorang meminjamkan 100 ribu dengan syarat harus mengembalikan 110 ribu. Tambahan 10 ribu tersebut adalah riba. 
  • Mensyaratkan tambahan saat pelunasan, seperti ketika seseorang berkata pada saat jatuh tempo, “Bayarlah hutangmu, atau tambahkan jumlahnya”. 
  1. Riba Bai’
  • Riba Al-Fadl

Tambahan pada salah satu dari dua barang ribawi yang sejenis dan diserahkan secara tunai. Contoh: Anda meminta penggantian uang dalam nominal yang berbeda.

  • Riba Nasi’ah

Menunda penyerahan salah satu barang ribawi yang sejenis. Contoh: Menukar 50 ribu dengan 50 ribu yang ditunda penyerahannya[6]

Selama kedua bentuk riba ini tidak ada dalam transaksi Anda, maka transaksi tersebut tidak termasuk riba.

Baca juga: Hak Asuh Anak dalam Islam Apakah Prioritas Ibu atau Ayah?

Kesimpulan

Transaksi ini tidak termasuk riba, kecuali: 

  1. Ada unsur tambahan keuntungan yang disyaratkan ketika Anda mendahulukan uang. 
  2. Anda atau teman terlibat dalam akad yang melibatkan riba dari pihak ketiga (misalnya pinjaman berbunga untuk membayar kelas). 

Sebaliknya, tindakan ini bisa menjadi amal kebaikan yang berpahala jika niat Anda adalah untuk membantu teman dalam urusan yang halal. Namun, disarankan untuk mencatat transaksi ini secara jelas untuk menghindari kesalahpahaman di masa depan. 

Wallahua’lam

Baca juga: Bolehkan Meminta Cerai karena Kebencian?

Dijawab oleh: Aditya prayogo

Artikel Fiqihmuamalah.com

Madinah, Rabu 1 Januari 2025 M/ 1 Rajab 1446 H. 


Referensi

[1] Dr. Erwandi Tarmidzi, MA., Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: BMI Publishing: 2017), hal 379.

[2] Syaikh Dr, Shaleh Fauzan Al Fauzan, Syarah Umdatul Fiqih, (Riyadh: Madar Al Watan: 1440 H), Jilid 2, hal 27.

[3] Majmu’ Fatawa wa Maqolat Syaikh Bin Baz 25/256.

[4] Husamuddin ‘Afanah, Fiqh At Tajir Al Muslim, (Baitul Maqdis: Dar At Tayyib: 1426 H), hal 129.  

[5]  Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 87656

[6] Dr. Khalid bin Ali Al Musyaiqih, Al Mukhtasar fi Al Muamalat (Riyadh: Maktabah Rusyd: 1431 H), hal 63-64.

You may also like

3 komentar

Iwan 3 January 2025 - 5:15 am

Bolehkah menukarkan uang dengan cara transfer? Misal si A punya dolar/riyal ditransfer ke rekening dolar/ riyal si B, kemudian si B mentransfer rupiah ke rekening rupiah si A sebagai bentuk penukarannya.
Apakah seperti ini dibolehkan? Atau haruskah bertemu saat transaksi?
Jazakumulloh khoiron.

Balas
Aditya Prayogo 4 January 2025 - 11:12 am

Bismillah, pertanyaan yang sangat bagus.
Perlu diketahui bahwa, menukar uang via transfer dibolehkan selama memenuhi syarat yang ditentukan oleh syariat, agar terhindar dari riba.
Pertama: Jika jenis mata uangnya sama maka harus serah terima di tempat transaksi (taqabudh) dan sama nominalnya (tamatsul).
Kedua: Jika beda mata uang, maka harus serah terima di tempat transaksi (taqabudh) saja. Contoh: Menukar 10 riyal dengan 11 dolar, atau 10 riyal dengan 100 ribu.

lalu, apakah harus bertemu saat transaksi?
Jikalau kesulitan untuk bertemu langsung, sehingga harus tukar uang via transfer, berikut ketentuan transfer yang dianggap satu majelis (taqabudh):
1. Jika menggunakan chat WhatsApp, maka jangan tutup chatnya sampai transaksi selesai.
Selama masih membuka chat WA dengan pihak yang bertransaksi, maka masih dianggap satu majelis.
2. Jika menggunakan telepon, maka jangan tutup teleponnya sampai transaksi selesai.
Selama telepon masih belum ditutup, masih dianggap satu majelis.
3. Ada sedikit perbedaan antara “satu majelis” dengan “satu waktu”.
Misalnya ada dua orang yang bertemu secara langsung (satu majelis).
Orang pertama sudah menyerahkan uang yang ditukar.
Orang yang kedua bilang,
“Tunggu ya. Saya telepon istri dulu. Insyaallah sebentar lagi dia akan datang bawa uangnya.”
Selama mereka berdua masih berada di majelis yang sama, maka masih dianggap satu majelis.
Meskipun ada sedikit jeda di penyerahan uang yang kedua.

Wallahua’lam. Semoga bermanfaat.

Balas
Iwan 5 January 2025 - 3:34 am

Masya Allah
Jazakumulloh khoiron atas jawabannya ust.

Balas

Tinggalkan komentar

kosultasi syariah