Beranda » Hukum Cerai dalam Islam: Ketika Perasaan Benci Menghalangi Keharmonisan Rumah Tangga

Hukum Cerai dalam Islam: Ketika Perasaan Benci Menghalangi Keharmonisan Rumah Tangga

Ketentuan Cerai dalam Islam: Boleh atau Tidak?

oleh Wahid Abdullah, B.A., M.A.
0 komentar 145 views

Konsultasi Syariah
Pertanyaan:

Hukum bercerai jika sudah tidak ada rasa dikarenakan suami sudah sering menyakiti dan meninggalkan syariat. Namun sekarang sudah hijrah dan mulai memperbaiki diri, tapi perasaan saya (istrinya) masih benci dan dendam imbas ke ibadah saya jadi tidak fokus.

Baca juga: Menjual Barang Yang Dicicil Kepada Orang Lain, Bolehkah?

Jawaban:

         Jika seorang wanita teraniaya atau dizalimi, maka diperbolehkan untuk meminta cerai. Namun, jika dia meminta cerai tanpa alasan yang jelas, maka hal itu tidak diperbolehkan. Nabi Muhammad ﷺ bersabda: ‘Setiap wanita yang meminta cerai tanpa alasan yang jelas, dia tidak akan mencium bau surga.'[1]

        

Meminta cerai tanpa alasan syar’i tidak diperbolehkan; seharusnya dia bersabar dan berharap kepada Allah, serta tidak meminta cerai. Namun, jika ada alasan, seperti suami yang membuatnya marah dan menyakitinya, atau suami yang menunjukkan perilaku buruk seperti berbuat maksiat dan minum-minuman keras, atau jika dia tidak mencintainya tetapi justru sangat membencinya dan tidak mampu bersabar, maka tidak mengapa.

 

Seperti yang dilakukan istri Tsabit bin Qais yang meminta kepada Nabi ﷺ untuk memisahkannya dari suaminya. Nabi ﷺ bertanya kepadanya tentang hal itu, dan dia menjawab bahwa dia tidak bisa bertahan karena kebencian. Nabi ﷺ bertanya, ‘Apakah kamu akan mengembalikan kebunmu kepadanya?’ – maksudnya: mahar, kebun adalah taman. Dia menjawab: ‘Ya.’ Maka Nabi ﷺ memerintahkan agar suami menerima kebun itu dan menceraikannya dengan satu talak, karena alasannya adalah dia tidak bisa tinggal bersamanya karena kebencian, dan hidup dengan kebencian tidak akan baik.”[2]

 

Sumber: Nur ala darb Syaikh Bin Baz

Baca juga: Hukum Wasiat yang Tidak Sah dalam Islam dan solusinya


Dijawab oleh: M Wahid Abdullah, B.A, M.A.

(Alumni S2 Peradilan, Universitas Islam Madinah)

Artikel: Fiqihmuamalah.com

You may also like

Tinggalkan komentar

kosultasi syariah