Beranda » Menjadi Teladan bagi Anak Didik: Kunci Sukses Mendidik Generasi Rabbani

Menjadi Teladan bagi Anak Didik: Kunci Sukses Mendidik Generasi Rabbani

Empat Langkah Utama dalam Pendidikan Anak Didik

oleh Abdillah Muflih
0 komentar 190 views

NASIHAT UNTUK PARA PENDIDIK DAN ORANG TUA

Untuk Kita Para Pendidik

Wahai para pendidik, jasa dan semua pengorbananmu memanglah besar. Pengorbananmu sungguh melelahkan. Langkah-langkahmu berat dalam memikul beban dakwah ini demi terciptanya para penerus generasi rabbani. Matamu sayup, terlihat wajah letihmu, tubuhmu yang mulai terkuras dengan pengorbanan-pengorbanan yang melelahkan nan panjang.

Kepada para pendidik, tahukah engkau bahwa saat ini banyak terjadi persoalan-persoalan rumit pada anak-anak didik kita? Banyak sekali terjadi degradasi moral, serta hilangnya akhlak dan adab mereka kepadamu. Kemudian sebagian kita mengatakan, “Ini adalah kesalahan anak yang memang susah diatur, susah dinasehati,” hingga dengan congkaknya melontarkan sumpah serapah kepada mereka dengan berkata, “Dasar anak bandel, nakal, tidak disiplin,” dan lain sebagainya.

Namun, pernahkah kita mencoba merenung sejenak dan berpikir, apa faktor penyebab di balik ini semua? Apakah murni karena kesalahan anak yang memang seperti itu? Ataukah ada faktor yang lebih harus diperhatikan dan diperbaiki oleh kita, wahai para pendidik?

Baca juga: Nasihat yang Mengubah Hidup di Universitas Islam Madinah: Pengalaman Pribadi

Faktor-Faktor Perilaku Menyimpang pada Anak Didik

Salah satu penyebab terjadinya degradasi moral pada generasi ini adalah hilangnya aspek keteladanan dari diri kita sebagai pendidik serta kemaksiatan dan keburukan yang kita lakukan. Jika kita renungi, alasan tersebut sejalan dengan ungkapan puitis Dorothy Law Nolte:

“Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.”

Pernahkah kita mengingatkan anak agar segera pergi ke masjid untuk sholat, sedangkan kita sendiri dengan santainya bermain HP, mencuci motor, atau melakukan hal-hal lain ketika memerintahkan hal tersebut? Kita memaksa anak didik kita agar segera ke masjid, tetapi dengan teledornya kita sendiri tidak ikut serta mendatangi masjid. Dalam kasus lain, kita menyuruh mereka menghafalkan Al-Qur’an, sedangkan kita dengan asyiknya bermain HP.

Maka inilah salah satu faktor penyebab penyimpangan perilaku, yaitu split personality (keterpecahan pribadi).

  • Kita katakan mendidik anak untuk disiplin, lalu sudahkah kita mendisiplinkan diri?
  • Kita katakan mendidik anak agar taat aturan dan perintah, lalu sudahkah kita berusaha taat kepada perintah atau aturan yang berlaku?
  • Kita katakan mendidik anak dengan keteladanan, lalu sudahkah kita menjadi teladan yang baik bagi anak-anak didik kita?
  • Kita katakan mendidik anak agar beradab, lalu sudahkah kita beradab pada anak-anak didik kita?
  • Kita katakan mendidik anak agar sabar, lalu sudahkah kita bersabar dengan mereka?

Sebagian dari kita menghindar untuk mencari-cari alasan agar terhindar dari pertanyaan-pertanyaan itu. Ya, tugas kita sulit dan melelahkan. Tetapi di balik itu semua, ganjaran pahala menanti bagi kita yang ikhlas berjuang. Tinggal sejauh mana kita mau memberikan kontribusi kebaikan dengan semaksimal dan semampu kita.

Baca juga: Karakteristik Istri Shalihah: Sahabat Sejati dalam Rumah Tangga – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Nasihat dari Ulama dan Tokoh

Mari kita merenungi salah satu petuah pendiri organisasi keagamaan NU (Nahdlatul Ulama), KH. Hasyim Asy’ari, dalam sebuah karya bukunya yang berjudul Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim. Beliau membuka kitabnya dengan mengutip hadis Rasulullah SAW.:

“Haqqul waladi ‘alaa waalidihi an-yuhsina ismahu, wa yuhsina murdhi’ahu, wa yuhsina adabahu.”
Artinya, “Hak seorang anak atas orang tuanya adalah mendapatkan nama yang baik, pengasuhan yang baik, dan adab yang baik.”

Dari sinilah tugas para orang tua dan pendidik untuk memberikan kebaikan-kebaikan kepada anak.

Ki Hajar Dewantara pun pernah menyampaikan kepada kita, “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.” Ungkapan tersebut bermakna: di depan, pendidik harus menjadi teladan yang baik; di tengah, pendidik memberikan ide-ide dan semangat; di belakang, pendidik memberikan dukungan, dorongan, dan motivasi.

Tiga pilar tadi semestinya ada dalam diri kita sebagai seorang pendidik. Hal ini bertujuan agar tercapainya salah satu tujuan pendidikan, yaitu menghasilkan manusia yang baik (to produce a good man).

Baca juga: perencanaan-keuangan-islami-konsumerisme

Empat Langkah Utama Pendidikan

Berikut adalah empat langkah utama dalam pendidikan:

  1. Ketauhidan (Akidah):
    Penanaman tauhid kepada anak merupakan langkah paling utama dalam membangun tatanan pribadi Muslim yang berkualitas (khairul bariyyah).
  2. Keteladanan (Uswah) dalam Ibadah dan Amal:
    Keteladanan terbagi dua jenis, yaitu keteladanan yang baik (uswah hasanah) dan buruk (madzmumah). Rasulullah SAW. adalah teladan yang baik bagi umatnya (QS. Al-Ahzab: 21).
  3. Pembiasaan Akhlak:
    Tidak mudah menjadikan sesuatu sebagai karakter dan kepribadian. Namun, pembiasaan merupakan salah satu metode pembelajaran. Kebaikan yang dilakukan secara berulang akan menjadi kebiasaan dan menyatu dalam diri sebagai kepribadian.
  4. Pengawasan (Manajerial):
    Pengawasan (controlling) sangat penting untuk memastikan keberhasilan langkah-langkah sebelumnya. Jangan pernah meninggalkan anak didik tanpa evaluasi dan pengawasan.

Baca juga: lisan-terjaga-surga-terbuka

Renungan

Sebagai penutup, mari kita renungkan kisah berikut. Suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab RA. pernah ditemui oleh seorang ayah yang gelisah karena kedurhakaan anaknya. Umar mengecam keras anak tersebut karena itu merupakan dosa besar. Namun, sang anak berkata, “Wahai Khalifah Umar, apakah seorang anak memiliki hak atas ayahnya?” Umar menjawab, “Ya, seorang ayah harus memilih wanita yang salehah sebagai calon ibu, memberi nama yang baik, dan mengajarkan Al-Qur’an.” Anak itu pun berkata bahwa ia tidak mendapatkan haknya.

Umar lalu menatap ayahnya dan berkata tegas, “Engkau mengeluh akan kedurhakaan anakmu, padahal engkau lebih dulu durhaka kepadanya sebelum ia durhaka kepadamu. Engkau berlaku buruk kepadanya sebelum ia berlaku buruk kepadamu.” (Dr. Abdul Aziz bin Fauzan, h. 266.)

Tunaikan kewajiban kita sebagai pendidik, karena kewajiban adalah cinta.

Baca juga: Mengapa deposito di bank konvensional termasuk riba? – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Oleh: Abdillah Muflih

Madinah, 10 November 2024

Artikel: fiqihmuamalah.com

Daftar Pustaka

  1. Adabul ‘Aalim wal-Muta’allim (KH. Hasyim Asy’ari)
  2. Tanjung, Hasan Basri. Karunia tak Ternilai: Bunga Rampai Catatan Kebajikan. Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2015.

You may also like

Tinggalkan komentar

kosultasi syariah