Wakalah merupakan akad yang diambil dari kata wakalah atau wikalah, yang berarti tafwidh (penyerahan). Kalimat “wakkaltu amri ilallah” memiliki arti “aku menyerahkan urusanku kepada Allah Ta’ala.” Kata wakalah itu sendiri juga dapat diartikan sebagai kifdh (perlindungan). Firman Allah Ta’ala dalam surat Ali-Imran ayat tiga menyatakan, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”
Adapun maksud dari wakalah dalam pembahasan ini adalah permintaan seseorang kepada orang lain agar menjadi wakilnya atas sesuatu yang bisa diwakili. Wakalah disyariatkan dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan manusia, karena terkadang manusia tidak mampu menangani urusan atau perkaranya sendiri, sehingga perlu menunjuk orang lain sebagai wakilnya agar menangani urusan-urusannya yang tidak bisa ditangani sendiri.
Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala berfirman dalam kisah Ashhabu Al-Kahfi: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: ‘Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?’ Mereka menjawab: ‘Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.’ Berkata (yang lain lagi): ‘Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun.’” (Al-Kahfi [18]: 19).
Dalam hadits, banyak dijumpai dasar diperbolehkannya mewakilkan suatu urusan kepada orang lain. Di antaranya adalah bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menunjuk Abu Rafi’ dan seorang laki-laki dari Anshar sebagai wakil untuk menikahkan beliau dengan Maimunah Ra. Diriwayatkan juga bahwa beliau menunjuk seorang wakil dalam pembayaran utang, dalam penetapan hudud dan pelaksanaannya, dalam pemeliharaan untanya, serta pembagian daging dan kulitnya, dan sebagainya.
Kaum Muslimin juga sepakat bahwa wakalah atau perwakilan hukumnya boleh, bahkan sangat dianjurkan karena merupakan salah satu bentuk ta’awun (tolong-menolong) dalam kebajikan dan ketakwaan, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat lima: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Semoga bermanfaat.
ditulis oleh: Muhammad Sobron Jamil.