Beranda » Realita Pernikahan: Bukan Hanya Cinta, Tapi Ladang Amal dan Pengorbanan(2/3)

Realita Pernikahan: Bukan Hanya Cinta, Tapi Ladang Amal dan Pengorbanan(2/3)

oleh Jundi Qoriba, B.A., M.A.
0 komentar 19 views

Realita yang Benar tentang Pernikahan

Tidak sedikit orang yang membayangkan pernikahan itu selalu indah—penuh senyum, romantis, dan semua masalah selesai dengan kata “sayang.” Tapi apakah itu gambaran yang benar?

Mungkin saja, selama ini kita keliru menggambarkan pernikahan. Pernikahan bukan dongeng tanpa konflik, melainkan ladang amal, perjuangan, dan pembelajaran dua insan yang saling berusaha menuju ridha Allah.

Berikut beberapa realita pernikahan yang penting untuk kita pahami:

1. Pernikahan Adalah Masa untuk Saling Tolong Menolong dalam Kebaikan

Pernikahan sejatinya adalah kolaborasi, bukan kompetisi. Suami dan istri sama-sama bertugas saling menolong dalam kebaikan (ta’awun ‘ala al-birr wa al-taqwa).

Allah ﷻ berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
(QS. Al-Ma’idah: 2)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan:

“Allah memerintahkan hamba-Nya untuk saling tolong dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran, serta melarang mereka saling menolong dalam kebatilan dan dosa.”

Rasulullah ﷺ bersabda:

المؤمنُ للمؤمنِ كالبنيانِ يشدُّ بعضُه بعضًا
“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya bagaikan bangunan yang saling menguatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Atha’ bin Abi Rabah berkata:

“Rawatlah hubungan kalian setelah tiga hari: jika sedang sakit, jenguklah; jika sibuk, bantulah; jika lupa, ingatkanlah.” [Hilyatul Aulia 5/198]

2. Pernikahan Adalah Waktu untuk Berkorban

Pernikahan juga adalah tempat terbaik untuk belajar memberi, mengalah, dan berkorban—entah itu tenaga, waktu, perasaan, atau materi.

Ibnu al-Muqaffa’ berkata:

“Berikan darahmu dan hartamu untuk sahabatmu, waktumu untuk ilmu, dan kebaikanmu untuk umum. Tapi lindungilah agamamu dan kehormatanmu dari siapa pun.”
(Al-Adab ash-Shaghir wal Kabir)

Ada dua jenis pengorbanan dalam rumah tangga:

  • Pengorbanan yang terpuji (مشروعة)

Ini adalah bentuk pengorbanan yang dilakukan demi menegakkan kebenaran dan mencapai tujuan yang halal dan bernilai syar’i. Rasulullah ﷺ menjadikan kesiapan berkorban sebagai ciri keimanan sejati. “Manusia secara fitrah rela berkorban demi sesuatu yang dianggap mulia. Maka dari itu, jihad (berjuang di jalan Allah) adalah amalan terbaik.”
[Ahdaf at-Tarbiyah al-Islamiyah]

    Maka, seorang suami mulai mengurangi jatah bermain dengan teman atau games yang biasa dimainkan sebelum pernikahan demi membangun keluarga yang sakinah seperti itu juga istri rela mengurangi waktunya untuk ngobrol dengaan bestienya untuk untuk menjaga rumah tetap bersih dan rapih.

    • Pengorbanan yang tercela (غير مشروعة)
      Yaitu pengorbanan demi nafsu, popularitas, atau hal yang bertentangan dengan syariat. Rasulullah ﷺ bersabda: من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله
      “Siapa yang berperang agar kalimat Allah yang tertinggi, maka itulah di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

    berdasarkan hadist di atas kita belajar bahwasanya tidak ada alasan bagi suami istri untuk tidak berkorban dalam kebaikan dan sebaik-baiknya pengorbanan dalam berkorban untuk mendapatkan keridhoan Allah ta’ala.

    3. Jangan Terlalu Serius, Belajar Saling Memaklumi

    Pernikahan bukan tempat menyelidiki kesalahan pasangan setiap hari. Justru salah satu kunci langgengnya rumah tangga adalah kemampuan untuk “pura-pura tidak tahu”—yakni sikap taghafull (bersikap lapang dada).

    Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi-Nya:

    خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
    (QS. Al-A’raf: 199)

    As-Sa’di rahimahullah menjelaskan:

    “Ambillah yang mudah dari manusia, maafkan kesalahan mereka, dan jangan bebani mereka di luar batas kemampuan. Syukuri kebaikan kecil yang mereka berikan dan bersikap lembut terhadap kekurangannya.”
    (Tafsir As-Sa’di, hlm. 313)

    Aksam bin Shaifi berkata:

    “Siapa yang terlalu keras, akan dijauhi. Tapi siapa yang toleran, akan didekati. Dan kemuliaan itu ada pada sikap toleran.” [Adabuddunya Waddin, Hal. 180]


    4. Pernikahan adalah Fase Menjalin Kasih

    Allah ﷻ berfirman:

    وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا…
    “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan pasangan untuk kalian dari jenis kalian sendiri agar kalian merasa tenteram dengannya…” (QS. Ar-Rum: 21)

    Imam at-Tabari rahimahullah menjelaskan:

    “Allah menciptakan kasih dan rahmat di antara pasangan melalui hubungan pernikahan dan interaksi sosial yang menyatukan hati.” [Jamiul Bayan, 18/478]

    Rasulullah ﷺ bersabda:

    إذا أحبَّ الرَّجلُ أخاه فليُخبِرْه أنَّه يُحِبُّه
    “Jika seorang mencintai saudaranya, hendaklah ia mengungkapkan rasa cintanya itu.” (HR. Abu Dawud)

    Rasulullah ﷺ juga bersabda:

    تزوَّجوا الوَدودَ الوَلودَ؛ فإنِّي مُكاثِرٌ بكم الأمَمَ
    “Menikahlah dengan wanita yang penyayang dan subur, karena aku ingin bangga dengan jumlah umatku di hadapan umat-umat lain.” (HR. Abu Dawud, Shahih)


    5. Pernikahan adalah Waktu untuk Berbagi Cerita dan Perasaan

    Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik dalam membangun komunikasi yang lembut dan hangat. Beliau sering berdialog dengan para sahabat, bahkan dengan para istri beliau. Padahal beliau adalah manusia paling mulia, namun tetap sangat santun, mendengar, dan menghargai perasaan pasangan.

    Maka jangan ragu untuk ngobrol, curhat, atau bahkan bercanda dengan pasangan.
    Karena dalam Islam, cinta dan komunikasi adalah bagian dari ibadah.

    Inilah realita pernikahan sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah bukan dari Film, Drama korea atau bahkan serial film di tanah air, semoga Alllah selalu membimbing kita ke jalan yang benar amiin.

    You may also like

    Tinggalkan komentar

    kosultasi syariah