Pegawai Melakukan Markup Harga, Haruskah Selisih Uangnya Dikembalikan?

markup harga dalam islam

Pegawai Melakukan Markup Harga, Haruskah Selisih Uangnya Dikembalikan?

Oleh: M Ilman Hanif

Pertanyaan:

Seorang pegawai melakukan markup dari harga sebenarnya. Selisih uangnya berasal dari banyak orang. Lalu, ke mana uang tersebut harus dikembalikan? Jika tidak diketahui nama, nomor HP, atau alamat para pemilik uang tersebut, bagaimana solusinya?
— Ahmad, Purwakarta

Baca juga: Bolehkah Meminjam Uang dengan Jaminan Emas?

Jawaban:

Uang hasil markup yang dilakukan secara curang adalah harta yang tidak halal untuk dimiliki, karena diperoleh dengan cara yang batil. Maka langkah pertama yang wajib dilakukan adalah mengembalikan uang tersebut kepada pemilik aslinya, yaitu orang-orang yang telah tertipu dalam transaksi tersebut.

Langkah yang Dianjurkan Secara Syariat:

  1. Usahakan mengembalikannya secara langsung, misalnya melalui data transaksi, kontak pelanggan, atau informasi lain yang mungkin masih tersimpan.

  2. Jika setelah berusaha maksimal tetap tidak ditemukan identitas para pemiliknya, maka uang tersebut disedekahkan, diinfakkan, atau diwakafkan atas nama mereka.

  3. Apabila suatu saat pemilik uang tersebut muncul, maka ia diberikan dua pilihan:

    • Mengikhlaskan dan menjadikan pahala sedekah itu sebagai amalnya.

    • Meminta pengembalian uangnya, dan ketika itu, pihak yang bersedekah wajib mengganti nilainya secara penuh.

Dalil dari Atsar Sahabat:

Amalan ini berdasarkan kisah sahabat Nabi ﷺ, yaitu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

وَكَانَ عَبْدُ اللّٰهِ بْنُ مَسْعُوْدٍ قَدِ اشْتَرَى جَارِيَةً، فَدَخَلَ بَيْتَهُ لِيَأْتِيَ بِالثَّمَنِ، فَخَرَجَ فَلَمْ يَجِدِ الْبَائِعَ، فَجَعَلَ يَطُوْفُ عَلَى الْمَسَاكِيْنِ، وَيَتَصَدَّقُ عَلَيْهِمْ بِالثَّمَنِ، وَيَقُوْلُ: اَللّٰهُمَّ عَنْ رَبِّ الْجَارِيَةِ، فَإِنْ قَبِلَ فَذَاكَ، وَإِنْ لَمْ يَقْبَلْ، فَهُوَ لِي، وَعَلَيَّ لَهُ مِثْلُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

“Abdullah bin Mas’ud pernah membeli seorang budak perempuan. Ia masuk ke rumahnya untuk mengambil uang pembayaran. Namun ketika kembali, ia tidak menemukan penjualnya. Maka ia pun berkeliling mencari orang-orang miskin dan menyedekahkan uang itu untuk mereka sambil berdoa: ‘Ya Allah, sedekah ini atas nama pemilik budak perempuan. Jika ia ridha, maka pahalanya untuknya. Jika ia tidak ridha, maka (pahalanya) untukku, dan aku akan menggantinya pada hari kiamat.'” (Majmu Fatawa 29/263)

Baca juga: Bahaya Riba dalam Islam Menurut Al-Qur’an dan Sunnah

Kesimpulan:

Mengembalikan harta yang bukan hak kita adalah kewajiban syar’i. Bila pemilik tidak diketahui dan tidak memungkinkan untuk dicari, maka menyalurkannya dalam bentuk sedekah atas nama pemiliknya adalah solusi yang dibenarkan oleh para ulama berdasarkan praktik para sahabat. Namun, tetap terbuka tanggung jawab untuk mengembalikannya jika suatu saat pemiliknya ditemukan.

Ingin bertanya seputar muamalah syariah?
Kirimkan pertanyaan Anda ke fiqihmuamalah.com/konsultasi.

Related posts

Panduan Zakat Deposito: Hukum, Nishab, dan Kewajiban Tahunan

Hukum Meminjam Uang dengan Jaminan Emas: Antara Rahn dan Riba

Bahaya Riba dalam Islam