Ketika Jodoh Idaman Menjadi Ujian: Belajar Ridha atas Takdir Allah (3/3)

sabar dengan musibah jodoh yang tidak sesuai harapan

Ketika Jodoh Idaman Menjadi Ujian Terberat: Belajar Ridha pada Takdir Allah

Banyak dari kita yang telah menyadari pentingnya memiliki pasangan yang shalih atau shalihah—yang dengannya diharapkan terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Keluarga yang memberi ketenangan dan kebahagiaan, dunia maupun akhirat. Tak sedikit pula yang sudah bersungguh-sungguh mempersiapkan diri: mengikuti kelas pra-nikah, mempelajari ilmu rumah tangga, bahkan tak henti berdoa agar dipertemukan dengan jodoh impian.

Namun realita tak selalu semanis ekspektasi. Kadang, jodoh yang dulu didamba justru menjadi ujian terberat dalam hidup. Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi takdir semacam ini?

Baca juga: Realita Pernikahan dalam Islam: Jangan Sampai Salah!

1. Yang Terpenting adalah Keridhaan Allah, Bukan Sekadar Apa yang Kita Dapatkan

Sebagai hamba, tujuan utama hidup kita bukanlah memperoleh apa yang kita inginkan, melainkan mendapatkan keridhaan Allah. Maka, langkah pertama untuk berdamai dengan keadaan adalah dengan belajar ridha terhadap takdir yang telah ditetapkan-Nya.

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَكُلُّ شَيْءٍ عِندَهُ بِمِقْدَارٍ
“Dan segala sesuatu di sisi-Nya ada ukurannya.”
(QS. Ar-Ra’d: 8)

2. Pahitnya Takdir adalah Obat dari Allah

Takdir yang pahit ibarat obat dari Sang Maha Penyembuh. Meskipun rasanya getir, ia mengandung kebaikan dan penyembuhan bagi jiwa.

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)

فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya banyak kebaikan.”
(QS. An-Nisa: 19)

Baca juga: Jangan Salah Langkah! Ini Persiapan Wajib Sebelum Menikah

3. Kembalikan Tujuan Hidup kepada Allah

Tujuan utama kita diciptakan bukanlah untuk mendapatkan pasangan semata, tetapi untuk beribadah kepada Allah.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Ketika pasangan justru menjadi ladang ujian, maka yakinlah bahwa itulah cara Allah mendidik kita untuk menjadi hamba yang sebenar-benarnya.

Baca juga: Pengelolaan Keuangan keluarga: Suami atau Istri yang Mengatur?

4. Bersyukur dan Bandingkan dengan Ujian Orang Lain

Ibnul Qayyim rahimahullah memberikan nasihat yang sangat menguatkan:

“Hendaknya seseorang memadamkan bara api musibahnya dengan dinginnya perenungan terhadap ujian orang-orang lain. Hendaknya ia sadar bahwa di setiap lembah pasti ada orang yang diuji. Coba lihat ke kanan, apa yang kau lihat selain musibah? Lihatlah ke kiri, apa yang kau lihat selain kesedihan? Andaikan ia menelusuri dunia ini, niscaya takkan mendapati satu pun manusia yang tak diuji—entah kehilangan yang dicintai atau mendapatkan sesuatu yang dibenci…”
(Zadul Ma’ad, 4/173)

5. Ingatlah Pahala di Balik Ujian

Setiap ujian tak pernah sia-sia. Di balik air mata dan kelelahan, tersimpan pahala besar bagi mereka yang bersabar.

Samarqandi rahimahullah berkata:

“Seorang yang berakal hendaknya memikirkan besarnya pahala di balik musibah agar musibah itu terasa ringan. Bahkan kelak saat melihat pahala itu di akhirat, ia akan berharap seluruh kerabat dan anak-anaknya wafat lebih dulu agar ia memperoleh pahala dan ganjaran musibah tersebut.”
(Tanbihul Ghafilin, hlm. 260)

Jodoh yang tidak sesuai harapan bukanlah akhir dari segalanya. Bisa jadi justru itulah wasilah terbaik untuk mendekat kepada Allah. Maka, ubahlah sudut pandang kita: bahwa pernikahan bukan hanya soal pasangan, tapi soal perjalanan spiritual menuju ridha Allah.

Baca juga: Takut Menikah dan Melahirkan? Apa pandangan Islam?

Oleh: Jundi Qoriba

Artikel Fiqihmuamalah.com

Bekasi, 8 Mei 2025

Related posts

Bahaya Riba dalam Islam

Hentikan Gosip Rumah Tangga Orang Lain: Belajarlah dari Kisah Shafwan bin al-Mu‘atthal

Realita Pernikahan: Bukan Hanya Cinta, Tapi Ladang Amal dan Pengorbanan(2/3)