Konsultasi Syariah
Pertanyaan:
Bismillah, bagaimana sebaiknya kita menghadapi sikap seseorang yang menyarankan untuk mengurangi bantuan kepada keluarga demi menabung untuk haji, terutama jika mereka tidak memahami rasa peduli kita terhadap keluarga yang membutuhkan? Dan apakah menabung untuk ibadah haji harus dilakukan dengan mengurangi porsi sedekah? Jazakumullahu khairan.
Fulanah – Jawa Barat
Baca juga: Bolehkah Teman Mewakili Pemilik Toko dalam Transaksi Jual Beli?
Jawaban singkat:
Bismillahirrahmanirrahim
Sikap yang benar yaitu menggabungkan keduanya, penanya dapat memberikan sedekah kepada keluarga yang membutuhkan sesuai porsi yang dirasa mencukupi terutama saat keluarga tersebut sangat kekurangan. Di sisi lain, penanya juga disarankan tetap berusaha menyisihkan uang untuk menunaikan haji, meskipun menabung agar dapat melaksanakan haji bukanlah sesuatu yang wajib.
Adapun menyikapi saran dari orang tersebut, penanya dapat menyampaikan bahwa keduanya bukanlah sesuatu yang saling bertentangan karena merupakan amalan yang dapat dijalankan bersamaan sesuai kadar kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian, penanya tidak perlu mengurangi bantuan kepada keluarga dan tetap berusaha menabung untuk melaksanakan haji.
Baca juga: Hukum Tidak Menyapa Tetangga dalam Islam
Jawaban lengkap:
Menghadapi sikap orang yang membandingkan antara suatu amalan dengan amalan lainnya perlu ditinjau dan ditakar sesuai pandangan syariat. Pada asalnya amalan di dalam Islam tidak akan saling berbenturan, karena Allah telah menetapkan syariatnya dengan sangat sempurna sehingga memudahkan hambanya memperbanyak amalan kebaikan. Dan sangat memungkinkan untuk menjalankan satu amalan satu dengan yang lainnya secara bersamaan bahkan terkadang dapat digabungkan dalam beberapa keadaan.
Dalam pertanyaan penanya terdapat dua pokok masalah yaitu menabung untuk haji dan sedekah. Kedua masalah ini dapat kita tinjau dari beberapa sisi diantaranya berdasarkan hukum keduanya. Selain itu, kita juga dapat meninjau dari sisi waktu dianjurkannya amalan tersebut dan keutamaan dari setiap amalan. Dengan memahami beberapa tinjauan tersebut kita dapat menimbang solusi terbaik dalam menjalankan keduanya.
Berdasarkan Hukum
Kita semua mengetahui bahwa ibadah haji merupakan rukun iman yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim yang mampu, sebagaimana yang Allah ﷻ sebutkan di dalam Al-Quran:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Dan Allah telah mewajibkan kepada manusia untuk melakukan haji ke Baitullah bagi siapa saja yang mampu menempuh jalan ke sana. Dan barang siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak membutuhkan apapun) dari seluruh alam.” ( Al-‘Imran: 97)
Namun, perlu dipahami jika kita telusuri dari banyaknya perkataan ulama dalam penjelasan makna mampu, kita dapati bahwa mampu dalam hal ini mencakup dua hal yaitu mampu secara fisik dan keuangan. Dalam masalah keuangan, seseorang dikatakan mampu ketika dia dapat mencukupi biaya perjalanan yang dibutuhkan, nafkah bagi keluarga dan harta yang dijadikan bekal. Seorang muslim yang memenuhi kriteria tersebut dikatakan wajib melaksanakan ibadah haji.
Kemudian apakah menabung untuk melaksanakan haji itu diwajibkan karena melaksanakan haji adalah wajib?
Terdapat perbedaan mendasar antara orang yang memiliki kemampuan melaksanakan ibadah haji dan orang yang menyisihkan hartanya untuk melaksanakan haji. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa haji hanya diwajibkan bagi orang yang mampu dalam dua hal, salah satunya yaitu mampu dalam keuangan. Adapun orang yang tidak memiliki kecukupan harta tidak diwajibkan menunaikan haji, dan juga tidak diwajibkan untuk menyisihkan hartanya untuk melaksanakan haji, hal ini sebagaimana yang difatwakan oleh syekh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu[1]. Hukum ini disandarkan pada kaedah penting di dalam ilmu ushul fiqih yang menegaskan bahwa sesuatu yang tidak menjadi wajib kecuali dengan suatu hal tertentu maka hukumnya bukanlah wajib[2].
Adapun hukum sedekah, maka hukumnya adalah sunnah dan dianjurkan bagi seseorang yang mampu ataupun kurang mampu, tidak ada batasan yang ditetapkan oleh syariat dalam hal ini. Sedekah juga tidak memiliki nominal tertentu yang harus diberikan, sehingga sedikit apapun nominal yang disedekahkan dapat dihitung sebagai amalan kebaikan.
Namun dalam beberapa keadaan hukum sedekah menjadi wajib, jika diartikan sebagai pemberian yang diberikan kepada anak, istri, dan orang tua yang kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan mendasar mereka.
Baca juga: Apakah Syarat Pernikahan Harus Dikembalikan Saat Khulu’?
Waktu Dianjurkannya Setiap Amalan
Ditinjau dari waktunya, ibadah haji kita ketahui hanya dapat dilaksanakan di dalam bulan haji yaitu Syawal, Dzulqa’dah, dan Dzulhijjah, sehingga seorang yang mendapati bulan-bulan ini dan memiliki kemampuan haji maka hukumnya wajib dia melaksanakan haji. Sedangkan sedekah adalah amalan yang dapat dilakukan kapan saja dan tidak memiliki waktu tertentu.
Dengan demikian, dalam tinjauan ini tidak masalah jika seseorang mendahulukan bersedekah kepada kerabat yang membutuhkan kapanpun dia berniat membantu, karena bersegera dalam kebaikan adalah perkara yang dianjurkan dalam agama dan tidak ada yang mengetahui batas usia yang telah Allah ﷻ tetapkan, sehingga kita tidak dapat memastikan apakah dapat berjumpa dengan waktu dilaksanakannya haji ataukah tidak.
Baca juga: Hak-Hak Bersama Suami dan Istri dalam Islam agar sakinah
Keutamaan dari Setiap Amalan
Secara singkat, ditinjau dari keutamaannya kita dapati bahwa ibadah haji lebih utama dari sedekah karena termasuk dalam rukun islam, serta banyak keutamaan lainnya yang disebutkan dalam hadits Rasulullah ﷺ .
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah dalam fatwanya menjelaskan bahwa haji dan umroh lebih utama dibandingkan sedekah:
والصواب أن الحج والعمرة أفضل من الصدقة بنفقتهما لمن أخلص لله القصد، وأتى بهذا النسك على الوجه المشروع، وقد صح عن رسول الله ﷺ أنه قال: (العمرة إلى العمرة كفارة لما بينهما، والحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة)[3] ، وقال ﷺ: )عمرة في رمضان تعدل حجة)[4]
“Dan yang benar adalah bahwa haji dan umrah lebih utama daripada bersedekah dengan biaya keduanya bagi orang yang ikhlas dalam niatnya semata hanya untuk Allah ﷻ, serta melaksanakan ibadah tersebut sesuai dengan tata cara yang benar. Diriwayatkan dengan sanad shahih dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda: “Umrah ke umrah adalah kafarat (penebus dosa) antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasan selain surga”. Dan beliau ﷺ juga bersabda: “Satu umrah di bulan Ramadhan setara dengan pahala haji”[5].”
Baca juga: Takut Menikah dan Melahirkan? Apa pandangan Islam?
Kesimpulan
Setelah kita melihat ketiga tinjauan di atas, dapat disimpulkan bahwa keduanya bukanlah amalan yang diwajibkan, sehingga dianjurkan untuk mendahulukan amalan yang dapat disegerakan yaitu sedekah, namun untuk mendapatkan keutamaan yang sangat banyak dalam ibadah haji, maka disarankan untuk tetap berusaha menyisihkan harta agar dapat menyempurnakan rukun islam sekaligus menggugurkan kewajiban haji sekali seumur hidup.
Wallahu a’lam
Dijawab oleh: Muhammad Ihsan Jusrin
Kota Madinah, 1 Februari 2025
Referensi:
[1] Lihat asy-Syarh al-Mumti’ ‘ala Zaad al-Mustaqni’ karya Muhammad bin Shalih ‘Utsaimin (6/96)
[2] Lihat adz-Dzakhr al-Harir bisyarh Mukhtashar at-Tahrir karya Ahmad bin Abdullah al-Ba’liy hal. 193
[3] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari no. 1773
[4] Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2994
[5] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Ibnu Baz (16/368)