Menyikapi Gangguan Tetangga: Apakah Boleh Tidak Menyapa Mereka?

bertetangga menjadi hal yang lumrah di tengah masyarakat yang sering terjadi konflik antar sesama.

Konsultasi Syariah

Menyikapi Gangguan Tetangga

Latar belakang

Ada pertanyaan dari seorang wanita yang mana dia dan suaminya membuka tanggul jalan yang dipasang salah seorang tetangga ya terlalu tinggi sehingga mengakibatkan orang-orang yang lewat beberapa kali jatuh.

Dan tetangganya ini memasang tanggul tersebut di depan rumah wanita ini yg mana wanita tersebut mempunyai kedai, di tambah lagi tetangga ini tidak meminta izin terlebih dahulu kepada pihak RT sekitar.

Dikarenakan hal tersebut memberikan mudharat, suami wanita tersebut melapor ke pihak RT, lalu mengizinkannya untuk membongkar tanggulnya jika hal itu menyusahkan orang-orang yang melewati jalan tersebut, ditambah lagi tanggul itu dibuat tanpa izin pak RT sebelumnya.

Singkat cerita, suami wanita ini membongkar tanggul tersebut. Akan tetapi, tetangga yang memasang tanggul tidak terima sehingga mereka ribut.

Akhirnya, wanita ini dikucilkan oleh tetangganya ini hingga menghasut tetangga yang lain untuk mengucilkannya juga.

Baca juga: Apakah Syarat Pernikahan Harus Dikembalikan Saat Khulu’?

Pertanyaan: 

Wanita ini tidak begitu peduli sebenarnya, hanya saja yang menjadi masalahnya apakah jika dia tidak bertegur sapa dengan para tetangga yang membencinya maka wanita ini berdosa?

Karena tetangganya membuang muka terus-menerus ketika bertemu, dan menyindir-nyindir dengan suara yang keras tentang wanita ini.

Kalaupun berbuat baik kepada tetangga bagaimana caranya? Sementara tetangga tersebut sangat-sangat benci, dan seakan-akan tidak mau melihat ke wanita tersebut dan keluarganya.

Wanita tersebut juga khawatir apabila tetap bertegur sapa maka akan memantik kemarahan tetangganya itu sehingga menyakiti wanita ini.

Ummu Muhammad – Pekanbaru, Riau.

Baca juga: Bagaiamana Panduan Menjual Rumah Secara Syari’ah?

Jawaban:

Bismillah,

Islam adalah agama yang memerintahkan umatnya untuk menjaga hubungan baik dengan sesama, termasuk tetangga, sekalipun mereka mungkin menunjukkan sikap tidak baik. Dalam menghadapi situasi seperti ini, penting bagi seorang Muslim untuk tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam yang mulia dan meneladani ajaran Rasulullah ﷺ. Berikut adalah penjelasan berdasarkan syariat Islam:

1. Kewajiban Berbuat Baik kepada Tetangga.

Islam memberikan perhatian besar terhadap hubungan dengan tetangga, dan menekankan pentingnya berbuat baik kepadanya, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ

“Jibril terus-menerus berwasiat kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga, sampai aku menyangka bahwa tetangga akan mendapatkan warisan.”
[HR. Bukhari, no. 6014; HR. Muslim, no. 2624]

 Nabi ﷺ juga bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya.”
[HR. Bukhari, no. 6018; HR. Muslim, no. 47]

Berbuat baik kepada tetangga adalah kewajiban yang tidak gugur meskipun mereka berbuat buruk, selama hal itu tidak membahayakan diri kita. Prinsip ini menegaskan bahwa hubungan baik harus tetap dipelihara sebagai bentuk akhlak seorang Muslim.

Baca juga: Apa Hukumnya Memanfaatkan Poin dari Marketplace?

2.Tidak Membalas Keburukan dengan Keburukan.

Al-Qur’an mengajarkan untuk menghadapi keburukan dengan cara yang lebih baik:

ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌۭ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌۭ

“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
[QS. Fushshilat: 34]

 Nabi ﷺ bersabda:

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

“Orang yang paling kuat bukanlah orang yang menang dalam bergulat, tetapi orang yang bisa menahan dirinya ketika marah.”
[HR. Bukhari, no. 6114; HR. Muslim, no. 2609]

Ayat dan hadits ini menegaskan bahwa membalas keburukan dengan kebaikan dapat menjadi langkah yang membawa kebaikan lebih besar dan menjaga kedamaian.

3. Memelihara Hubungan Baik Secara Bijaksana.

Dalam kondisi tertentu, menjaga hubungan baik dengan tetangga dapat dilakukan dengan ucapan yang baik, atau dengan sikap diam yang bijaksana, tanpa memancing konflik. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ٱبْتِغَآءَ رَحْمَةٍۢ مِّن رَّبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُل لَّهُمْ قَوْلًۭا مَّيْسُورًۭا

“Dan jika kamu berpaling dari mereka karena mengharapkan rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang lembut.”
[QS. Al-Isra’: 28]

 Nabi ﷺ juga bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
[HR. Bukhari, no. 6018; HR. Muslim, no. 47]

Ucapan lembut atau sikap tenang tanpa memancing konflik adalah pilihan yang baik jika berkomunikasi seperti biasa dapat memperburuk keadaan, selama tetap memelihara niat baik dalam hati.

4. Tidak Berdosa Jika Tidak Bertegur Sapa karena Keadaan.

Pada dasarnya, seorang Muslim dilarang mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ ‌فَوْقَ ‌ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ

“Tidak halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga malam, (jika bertemu) yang ini berpaling dan yang ini juga berpaling, dan sebaik-baik dari keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam.”
[HR. Muslim, no. 2564]

Akan tetapi dalam kasus ini, jika wanita tersebut tidak bertegur sapa bukan karena kebencian, tetapi karena menghindari konflik dan bahaya yang lebih besar, maka hal tersebut tidak berdosa. Namun, tetap harus menjaga hati dari niat buruk atau dendam. Rasulullah ﷺ bersabda:

الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Tidak boleh ia menzaliminya, tidak boleh menelantarkannya, dan tidak boleh menghinakannya.”
[HR. Muslim, no. 2564]

Hal ini menunjukkan bahwa menjaga niat baik dan menghindari kebencian tetap menjadi prioritas dalam kondisi seperti ini.

Baca juga; Takut Menikah dan Melahirkan? Apa pandangan Islam?

5. Cara Berbuat Baik kepada Tetangga yang Membenci.

  • Doakan Kebaikan: Mendoakan kebaikan untuk tetangga adalah salah satu cara memperbaiki hubungan tanpa harus berinteraksi langsung, sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda:

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ

“Doa seorang Muslim untuk saudaranya di saat ia tidak hadir adalah mustajab.”
[HR. Muslim, no. 2733]

  • Hindari Balasan Negatif: Jangan membalas sindiran dengan sindiran. Sebaliknya, bersikap tenang dan tidak terpancing, Allah berfirman:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعْدِلُوا۟ ۚ ٱعْدِلُوا۟ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ

“Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa.”
[QS. Al-Ma’idah: 8]

  • Berbuat Baik pada Kesempatan Tertentu: Jika ada kesempatan dalam momen tertentu, seperti memberi makanan atau menolong saat mereka membutuhkan, lakukanlah, sebagaimana dalam Hadits berikut ini:

‌يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ بِسَلَامٍ

“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, dan Shalatlah di malam hari ketika orang-orang sedang tidur, maka kalian akan masuk surga dengan selamat.”
[HR. Tirmidzi, no. 2485; dinilai Shahih oleh Al-Albani]

Dan bisa juga  dengan memberikan hadiah-hadiah barangkali dengan itu luluh hati tetangganya tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda:

تَهَادُوا ‌تَحَابُّوا

“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.”
[HR. Bukhari, Al-Adab Al-Mufrad, no. 594; dinilai Hasan oleh Al-Albani]

6. Solusi dalam Syariat Islam

  • Wanita ini dan keluarganya perlu memperkuat kesabaran dan meminta pertolongan Allah dalam menghadapi ujian ini, sebagaimana Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan Shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
[QS. Al-Baqarah: 153]

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

ثلاثة يحبهم الله وثلاثة يشنؤهم الله، (وذكر من الثلاثة الذين يحبهم الله): والرجل يكون له ‌الجار ‌يؤذيه جاره فيصبر على أذاه حتى يفرق بينهما موت أو ظعن

“Tiga golongan yang dicintai oleh Allah dan tiga golongan yang dibenci oleh Allah, (dan disebutkan di antara tiga golongan yang dicintai oleh Allah): Seorang lelaki yang memiliki tetangga yang menyakitinya, lalu dia bersabar atas gangguan tetangganya itu hingga dipisahkan oleh kematian atau Dzha’n (pindahan).”
[HR. Ahmad, no. 21340; HR. Al-Albani, no. 3074; Hadits Shahih]

Memperkuat kesabaran adalah salah satu bentuk ketaatan kepada Allah yang akan mendatangkan keberkahan dalam hidup.

  • Tetap menjaga akhlak mulia dan tidak memutus hubungan secara total, meskipun hubungan itu minim interaksi. sebagaimana dalam firman Allah berikut ini:

ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌۭ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌۭ

“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”
[QS. Fushshilat: 34]

  • Jika memungkinkan, libatkan pihak ketiga yang netral, seperti tokoh masyarakat atau pihak RT, untuk mendamaikan hubungan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih).”
[QS. Al-Hujurat: 10]

  • Fokus pada ibadah dan amal soleh untuk mendapatkan kekuatan spiritual dalam menghadapi situasi ini, sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَـٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (seraya berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.”
[QS. Fushshilat: 30]

Dengan berpegang teguh pada syariat Islam, seorang Muslim dapat menghadapi ujian dan cobaan hubungan dengan tetangganya secara bijaksana dan tetap menjaga kehormatan dirinya. Sikap sabar, berakhlak mulia, dan fokus pada amal soleh adalah kunci utama yang dapat mendatangkan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala serta memperbaiki keadaan. Semoga penjelasan-penjelasan ini menjadi panduan yang bermanfaat dalam menghadapi ujian dan cobaan ini. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Baca juga: Titip Transfer untuk Teman: Memahami Apakah Termasuk Riba?

Oleh: Raja Aby Affan, BA.

Artikel Fiqihmuamalah.com

Madinah, 4 Januari 2025 M / 4 Rajab 1446 H.


Referensi

  • Al-Quran.
  • Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fiy Al-Bukhari. Shahih Al-Bukhari. Beirut: Dar Thauq An-Najat, Cet. Ke-1, 1422 H.
  • Abu Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi. Shahih Muslim. Beirut: Dar Thauq An-Najat, Cet. Ke-1, 1433 H.
  • Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa At-Tirmidzi. Sunan At-Tirmidzi. Mesir: Maktabah wa Mathba’ah Mushthafa Al-Babiy Al-Halabiy, Cet. Ke-2, 1395 H.
  • Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad Imam Ahmad. Beirut: Muassasah Ar-Risalah, Cet. Ke-1, 1421 H.
  • Abu Abdurrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Shahih Al-Jami’ As-Shaghir wa Ziyadatihi. Al-Maktab Al-Islamiy, 1431 H.
  • Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fiy Al-Bukhari. Al-Adab Al-Mufrad. Kairo: Maktabah wa Mathba’ah As-Salafiyah, Cet. Ke-2, 1379 H.

Related posts

Pengelolaan Keuangan Rumah Tangga dalam Islam: Suami atau Istri yang Mengatur?

Cara Bijak Mengajak Ibu Membagi Warisan Sesuai Syariat Islam

Menabung untuk Haji vs. Bersedekah: Haruskah Memilih Salah Satu?