BEKAL RAMADHAN #1
Persiapan Menyambut Ramadhan dengan Membangun Kesadaran Hati (اليقظة)
Pendahuluan
Ramadhan merupakan bulan yang sangat mulia, penuh keberkahan dan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di bulan ini, setiap amal kebaikan dilipatgandakan, dan pintu-pintu surga dibuka lebar. Sebagai seorang hamba yang beriman, sudah sepatutnya kita mempersiapkan kedatangannya dengan sangat baik. Persiapan itu tidak hanya sebatas fisik, tetapi yang lebih penting adalah persiapan hati dan jiwa.
Salah satu persiapan terpenting adalah membangun kesadaran hati. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan kepada kita bahwa tahapan awal penghambaan kepada Allah adalah kesadaran. Tanpa kesadaran maka penghambaan tidak ada maknanya. Belaiu –rahimahullah– mengatakan:
فأول منازل العبودية: ((اليقظة)) وهي انزعاج القلب لروعة الانتباه ومن رقدة الغافلين
“Maka, tahapan pertama dalam perjalanan menuju penghambaan adalah “kesadaran”, yaitu terbangunnya hati karena indahnya kewaspadaan dari tidur panjangnya orang-orang yang lalai.[1]“
Oleh karena itu, dalam menyambut bulan suci Ramadhan, yang penting untuk kita lakukan adalah membangun kesadaran hati. Menyadari bahwa Ramadhan adalah bulan yang istimewa, bulan yang dipenuhi dengan keberkahan, dan bulan yang diliputi rahmat Allah. Di sisi lain kita juga harus menyadari bahwa diri kita penuh dengan kekurangan, banyak dosa yang kita lakukan setahun kebelakang, banyak kelalaian yang kita lakukan dan masih banyak lagi hal lainnya.
Baca juga: Ensiklopedia Muamalah Praktis #1: Bab Jual Beli (1/3)
Kesadaran Hati: Jalan Menuju Kebangkitan Diri
Kesadaran hati adalah cahaya yang Allah tanamkan dalam jiwa seorang hamba sehingga ia dapat melihat kebenaran dan memahami hakikat kehidupan. Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa kesadaran ini merupakan karunia dan rahmat Allah kepada hati yang lalai. Hati yang sebelumnya tenggelam dalam urusan duniawi dibangunkan untuk memahami tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-
Di bulan Ramadhan, Allah memberikan kesempatan istimewa kepada hamba-Nya untuk memperbaiki hubungan dengan-Nya. Pintu-pintu surga dibuka, dosa-dosa diampuni, dan setan-setan dibelenggu. Namun, semua ini hanya dapat diraih oleh mereka yang memiliki hati yang sadar, yang menyadari betapa berharganya bulan ini sebagai ladang amal untuk kehidupan akhirat.
Baca juga: Hukum Pembagian Hasil Sewa Tanah dalam Islam
Ramadhan: Waktu untuk Bertobat dan Meninggalkan Kelalaian
Ramadhan merupakan bulan maghfirah (ampunan), namun siapakah yang dapat memanfaatkan kesempatan ini? Yang dapat memanfaatkan kesempatan ini adalah mereka yang memiliki kesadaran hati, dan mereka yang sadar bahwa diri mereka dipenuhi dengan dosa dan kemaksiatan, mereka juga sadar bahwa saat ini kita berada di bulan yang penuh dengan ampunan.. Kesadaran inilah yang akan mendorong seorang hamba untuk bertobat dari dosa-dosanya dan meninggalkan kelalaian.
Namun yang perlu menjadi perhatian kita bersama, meskipun ramadhan adalah waktu yang tepat untuk menggapai ampunan dari Allah -subhanahu wa ta’ala-, bukan berarti kita harus menunggu hingga datangnya bulan tersebut. Kita harus segera memulainya sedari sekarang. Karena sesungguhnya mengakhirkan taubat adalah salah satu dari tentara-tentara iblis, dan merupakan sebab su’ul khatimah (pengakhiran yang buruk) [2]
Ibn Rajab –rahimahullah– mengatakan bahwa:
“Ketahuilah bahwa seorang manusia apabila dia memiliki angan-angan [terhadap dunia, maka dia tidak akan pernah memutus harapan tersebut dari dunia, dan bisa jadi dirinya tidak akan mau melepas dari kenikmatan dunia dan syahwat maksiat dan lainnya. Dan saat Ia sering kali menunda taubat dengan harapan ia memiliki waktu di kemudian hari. Namun, kenyataannya, ajal bisa datang kapan saja.”
Baca juga: Hukum Wasiat yang Tidak Sah dalam Islam dan solusinya
Kesadaran Hati: Penggerak Ibadah di Bulan Ramadhan
Kesadaran hati di bulan Ramadhan akan menggerakkan seorang Muslim untuk memanfaatkan setiap detik waktu dengan ibadah yang bermakna. Seperti memperbanyak zikir, membaca Al-Qur’an, shalat malam, bersedekah, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَن صامَ رَمَضانَ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari no. 2014 dan Muslim no. 760)
Baca juga: Bolehkan Meminta Cerai karena Kebencian?
Langkah-Langkah Membangun Kesadaran Hati
- Merenungi Hikmah Ramadhan
Pahami bahwa Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari api neraka. Renungan ini akan mendorong hati untuk lebih menghargai setiap amal yang dilakukan di bulan ini.
-
Bertobat dengan Sungguh-Sungguh
Taubat adalah langkah awal yang dapat memperbaiki hubungan kita dengan Allah –subhanahu wata’ala-. Karena dengan tobat, dosa-dosa yang telah menutup hati, dan menyebabkan hati menjadi sakit atau bahkan mati akan terkikis. Dan apabila hal tersebut hilang, maka hati akan hidup kembali dari matinya, atau tersadar dan terbangun dari lalainya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّ العبدَ إذا أخطأَ خطيئةً نُكِتت في قلبِهِ نُكْتةٌ سوداءُ، فإذا هوَ نزعَ واستَغفرَ وتابَ سُقِلَ قلبُهُ، وإن عادَ زيدَ فيها حتَّى تعلوَ قلبَهُ، وَهوَ الرَّانُ الَّذي ذَكَرَ اللَّه: كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sesungguhnya, apabila seorang hamba melakukan kesalahan, maka akan ditorehkan sebuah titik hitam di hatinya. Jika ia berhenti, memohon ampun, dan bertobat, hatinya akan kembali bersih. Namun, jika ia kembali melakukan dosa, titik hitam itu akan bertambah hingga menutupi seluruh hatinya. Itulah yang disebut dengan raan (penutup hati), sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya: ‘Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.’ (QS. Al-Mutaffifin: 14).”
(HR. Tirmizi no.3334)
-
Berdoa agar Allah Membuka Hati
Berdoalah agar Allah melimpahkan hidayah-Nya dan membangunkan hati dari kelalaian. Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِن أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ، كَقَلْبٍ وَاحِدٍ، يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ، ثُمَّ قالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ القُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا علَى طَاعَتِكَ.
“Sesungguhnya hati seluruh anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Allah Yang Maha Pengasih, seperti satu hati yang Allah bolak-balikkan sesuai kehendak-Nya.” Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda: “Ya Allah, Yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami di atas ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 2654)
-
Mengingat Kematian
Di antara sebab sadarnya hati adalah dengan mengingat kematian, dan sadar bahwa hidup dia di dunia ini tidaklah kekal. Ibnu Rajab mengungkapkan sebuah perkataan yang sangat relevan dengan hal ini:
“Ketahuilah bahwa selama seseorang masih berharap untuk hidup, ia tidak akan memutus harapannya dari dunia. Ia mungkin tidak rela meninggalkan kesenangan dan syahwat duniawi, termasuk dosa-dosa dan lainnya. Setan pun menggoda dengan menunda tobat hingga akhir usianya. Namun, ketika ia benar-benar yakin akan datangnya kematian dan kehilangan harapan untuk hidup, ia tersadar dari mabuknya terhadap syahwat dunia. Saat itu, ia menyesal atas kelalaiannya dengan penyesalan yang hampir membinasakan dirinya. Ia pun meminta untuk dikembalikan ke dunia agar dapat bertobat dan melakukan amal saleh, namun permintaan itu tidak akan dikabulkan. Maka, ia harus menghadapi mabuknya kematian sekaligus kepedihan kehilangan kesempatan.[3]”
Baca juga: Hak Asuh Anak dalam Islam Apakah Prioritas Ibu atau Ayah?
Penutup
Kesadaran hati adalah kunci utama untuk memanfaatkan bulan Ramadhan secara maksimal. Tanpa kesadaran ini, seseorang bisa saja menjalani Ramadhan seperti bulan-bulan lainnya, tanpa ada perubahan berarti. Oleh karena itu, mari kita bangun kesadaran hati sebelum Ramadhan tiba, agar setiap amal yang kita lakukan di bulan yang penuh berkah ini menjadi pemberat timbangan kebaikan di akhirat.
Semoga Allah menjadikan kita hamba-Nya yang sadar akan hakikat hidup dan mampu memanfaatkan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Amin.
Oleh: Asep Ridwan Taufik, M.A.
(Kandidat Doktor Ekonomi Islam, Universitas Islam Madinah)
Madinah, 17 Desember 2024
Referensi
[1] ابن القيم (2019). مدارج السالكين. الطبعة الأولى. بيروت: دار ابن حزم. المجلد (1)، الصفحة (188).
Ibnu Qayyim (2019). Madarij As-Salikin. Cetakan pertama. Beirut: Dar Ibn Hazm. Jilid (1), halaman (188).
[2] Su’ul khatimah artinya pengakhiran yang buruk. Maksudnya wafat dalam kondisi yang buruk. Lawan dari husnul khatimah (pengakhiran yang baik)
[3] ابن رجب (2007)”لطائف المعارف. الطبعة الأولى. الرياض: دار بن خزيمة. ص 724.
Ibnu Rajab (2007). Lataif Al-Ma’arif. Cetakan pertama. Riyadh: Dar Ibn Khuzaimah. halaman (724).