Pembagian Hasil Sewa dalam Hukum Waris Islam: Bijak Mengelola Harta Bersama

Rumah di tengah kota yang dikelilingi dengan gedung-gedung pencakar langit. Logo fiqihmuamalah.com sebagai simbol keberkahan dalam kehidupan sehari-hari.

Konsultasi Syariah

Pertanyaan:

Saya izin bertanya sekaligus konsultasi.

Saya seorang kakak (perempuan) dengan 2 adik (laki dan perempuan) yang qadarullah orang tua kami telah tiada. Alhamdulillah kami ditinggalkan aset berupa rumah dan tanah. Rumah saat ini menjadi tempat tinggal kami dan tanah pada Desember nanti insyaallah akan ada yang menyewa. Tanah tersebut sudah disepakati untuk disewa selama 5 tahun ke depan dengan biaya sewa 100jt dan sudah dibayar dimuka.

Pertanyaannya, apakah 100 juta tersebut harus dibagi sebagaimana hukum waris dalam Islam atau boleh dibagi rata (karena uang tersebut hasil sewa, bukan jual beli)? Karena, rencana saya 100 juta tersebut dibagi 4 dengan posting keuangan untuk rumah, saya, adik perempuan, dan adik laki-laki. Masing-masing 25 juta.

Lalu, yang ingin saya konsultasikan mengenai perencanaan keuangannya. Karena bagi saya sebagai seorang kakak dengan adik-adik yang masih dalam pendidikan dan harus mengelola keuangan dengan nominal tersebut dengan bijak tidaklah mudah dan kecil. Apa yang sebaiknya saya lakukan dengan jumlah uang tersebut? Misal sebagian dialokasikan untuk investasi kah, usaha kah, dll.

Terima kasih, semoga Allah mudahkan untuk menjawab. Jazakumullahu khairan, barakallahu fiikum.

Jawaban:

Jika ahli waris terdiri dari 2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki, tanpa ada ahli waris lainnya, maka anak laki-laki mendapatkan warisan dua kali lipat dari yang diterima oleh anak perempuan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” (An-Nisa : 11).

Jika harta waris berupa tanah, maka tanah tersebut dapat dibagi menjadi beberapa bagian selama tidak mengurangi nilainya. Contohnya terdapat tanah seluas 200 m2, maka anak laki-laki mendapatkan bagian 100 m2 dan anak perempuan masing-masing mendapatkan bagian 50 m2.

Ketika seluruh ahli waris bersepakat bahwa tanah tersebut seutuhnya akan disewakan, maka mereka dapat menjalin akad syirkah dengan aset berupa tanah. Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni mengatakan bahwa keuntungan dari akad syirkah dibagi sesuai dengan porsi kepemilikan pada aset yang menjadi modal syirkah. Hal ini berlaku apabila setiap pihak tidak memiliki tugas dalam mengelola aset syirkah. Sedangkan jika salah satunya berperan sebagai pengelola, maka keuntungan dibagikan berdasarkan kesepakatan antar pihak di mana pengelola bisa mendapatkan bagi hasil yang lebih besar seperti pada akad mudharabah. Demikian pendapat dari madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.[1]

Selain itu, para ahli waris juga diperbolehkan membagi harta warisan dengan cara ash-shulh, yaitu kesepakatan yang dibuat melalui jalur perdamaian. Rasulullah ﷺ bersabda:

الصلح جائز بين المسلمين إلا صلحا أحل حراما أو حرم حلالا

“Shulh itu dibolehkan antara kaum muslimin, kecuali shulh yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Shulh seperti ini hanya bisa dilakukan apabila masing-masing ahli waris telah mengetahui hak dia yang sebenarnya berdasarkan ukuran syariat. Apabila dilakukan tanpa pengetahuan ahli waris terhadap hak dia yang sebenarnya, maka shulh ini dianggap batal.[2]

Berdasarkan penjelasan di atas, penanya perlu memberitahu kepada saudara-saudaranya seberapa besar hak mereka atas harta warisan berdasarkan ukuran yang diatur oleh syariat. Dalam hal ini, anak laki-laki mendapatkan porsi ½ dan anak perempuan masing-masing mendapatkan porsi ¼. Setelah masing-masing mengetahui haknya, penanya bisa mengajak saudara-saudaranya membuat kesepakatan baru terkait pembagian hak ahli waris dengan cara shulh berdasarkan ridha satu sama lain tanpa ada paksaan. 

Dalam shulh ini, para ahli waris dapat bersepakat bahwa mereka menerima hak yang sama jumlahnya dalam kepemilikan tanah. Sedangkan harta lainnya dibagi mengikuti ketentuan warisan dalam syariat. Dengan kepemilikan yang sama pada tanah, jika tanah tersebut hendak disewakan, maka setiap pihak mendapatkan bagi hasil yang sama pula sesuai porsi kepemilikan mereka. Selanjutnya, penanya dapat memberi pemahaman kepada adik-adiknya bahwa keuntungan bagi hasil akan dipotong sekian persen dari setiap pihak untuk membiayai kebutuhan rumah mereka.

Namun, yang lebih afdhal tetaplah mengikuti ketentuan syariat dalam pembagian hak waris tanpa membuat kesepakatan baru, termasuk dalam warisan berupa tanah. Kemudian, ketika tanah yang dijadikan modal syirkah disewakan kepada orang lain, masing-masing pihak mendapatkan keuntungan sesuai porsi kepemilikannya yaitu anak laki-laki 50% dan anak perempuan masing-masing 25%. Pada tahap ini, penanya yang merupakan anak tertua bisa berupaya memberi pemahaman bagi anak laki-laki yang memiliki bagian lebih agar menyisihkan sebagian hartanya untuk kebutuhan rumah. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا أَنفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ نفقَةً يحتَسبُها فَهِي لَهُ صدقَةٌ

“Jika seorang lelaki memberi nafkah bagi keluarganya, maka itu terhitung sedekah baginya” (HR. Muslim)

Mengenai perencanaan keuangan atas hasil pengembangan harta waris, maka penanya perlu mengidentifikasi dulu tipe investor seperti apa yang cocok dengan kondisinya. Ada 3 tipe investor yaitu konservatif, moderat, dan agresif. Tipe konservatif adalah mereka yang tidak bersedia menghadapi risiko besar, tetapi mau menerima keuntungan dengan jumlah sedikit. Tipe agresif adalah mereka yang berani menghadapi risiko besar untuk mendapatkan keuntungan yang besar pula. Sedangkan tipe moderat adalah pertengahan antara keduanya.

Selanjutnya penanya juga perlu menetapkan tujuan keuangan, biasanya berupa jumlah harta yang ingin dikumpulkan dalam waktu tertentu untuk bisa mewujudkan impian. Contoh sederhana dari tujuan keuangan seperti ingin melaksanakan ibadah umrah dengan biaya 30 juta rupiah pada 5 tahun ke depan. Tujuan keuangan adalah inti dari perencanaan keuangan yang menjadi acuan dalam membuat rencana. Jika penanya tidak memiliki tujuan keuangan yang sifatnya mendesak, maka tipe investor yang sesuai adalah konservatif atau moderat.

Wallahu a’lam bis shawab

Dijawab oleh: M. Syauqi, S.E, M.E.

Editor: Tim Ilmiah Fiqihmuamalah.com

Artikel: Fiqihmuamalah.com

Madinah, 12 Desember 2024

Referensi:

[1] Al-Mughni, Ibnu Qudamah. Cetakan ke-3, tahun 1997. Jilid 7, Hal. 138. Daar Alamil Kutub, Riyadh.

[2] Al-Mughni, Ibnu Qudamah. Cetakan ke-3, tahun 1997. Jilid 7, Hal. 23-24. Daar Alamil Kutub, Riyadh.

 

Related posts

Menabung untuk Haji vs. Bersedekah: Haruskah Memilih Salah Satu?

Bolehkah Teman atau Tetangga Mewakili Pemilik Toko dalam Akad Jual Beli?

Menyikapi Gangguan Tetangga: Apakah Boleh Tidak Menyapa Mereka?