Mulailah dari Diri Sendiri: Pelajaran Berharga dalam Berdakwah dan Beramal

Merenungi diri sendiri adalah langkah awal untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Dirimu Dahulu

Mengapa anda mempelajari ilmu agama?

Pernahkah kita terbersit dalam hati, untuk apa sebenarnya kita belajar ilmu agama?
Tentu mayoritas dari kita sudah tahu, bahwasanya tujuan ilmu adalah mencari keridhaan Allah dengan mengangkat kebodohan diri dan juga orang lain. Kita berharap tahu mana kebenaran dari kebatilan dan tahu yang halal dan haram. Kita ingin tahu bagaimana ibadah yang sesuai tuntunan Rasul Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mana yang tidak. Kita berharap hati menjadi bersih. Kita berharap diri menjadi insan yang lebih baik di sisi Allah ‘azza wa jalla.

Baca juga: Contoh Pengelolaan Produktif untuk Pembangunan Ekonomi Umat

Apakah anda lupa dengan diri sendiri?

Namun, tanpa sadar, terkadang kita lupa. Ketika mendapatkan ilmu baru, bukan diri ini yang diingat. Bukan kekurangan diri yang direnungkan. Bukan menelaah dan mengoreksi diri yang terpikirkan. Justru yang terlintas adalah kekurangan orang lain. Yang diingat adalah kesalahan selain dirinya sendiri. Padahal, diri kita belum tentu selamat dari kekurangan tersebut, bahkan mungkin lebih buruk.

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?”

(QS. Al-Baqarah: 44)

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah didatangi oleh seseorang yang berkata:
“Hai Ibnu Abbas, sungguh aku ingin menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.”
Tanya Ibnu Abbas: “Apakah engkau telah menyampaikannya?”
Ia menjawab: “Aku baru ingin melakukannya.”
Kemudian Ibnu Abbas berkata:
“Jika engkau tidak khawatir akan terbongkar aib dirimu dengan tiga ayat di dalam Al-Qur’an, maka kerjakanlah.”

Ia bertanya: “Apa saja ketiga ayat tersebut?”
Ibnu Abbas menjawab firman Allah:

“Mengapa kamu menyuruh orang lain mengerjakan kebajikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri?” (QS. Al-Baqarah: 44)
Ibnu Abbas bertanya: “Apakah engkau telah mengerjakan hal itu dengan sempurna?”
Orang itu menjawab: “Belum.”

Kata Ibnu Abbas:
“Lalu ayat kedua, firman Allah:”

لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُون كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُون


“Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
(QS. As-Shaff: 2-3)
Tanya Ibnu Abbas:
“Apakah engkau sudah mengerjakan hal itu dengan sempurna?”
Ia menjawab: “Belum.”

Kata Ibnu Abbas:
“Lalu ayat ketiga, yaitu ucapan seorang hamba yang shalih, Nabi Syu’aib:

وَمَآ أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَىٰ مَآ أَنْهَىٰكُمْ عَنْهُ ۚ إِنْ أُرِيدُ إِلَّا ٱلْإِصْلَٰحَ
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali mendatangkan perbaikan selama aku masih berkesanggupan.”
(QS. Huud: 88)
Ibnu Abbas bertanya:
“Apakah engkau telah mengerjakan hal itu dengan sempurna?”
Ia pun menjawab: “Belum.”
Maka Ibnu Abbas berkata: “Mulailah dari dirimu sendiri.”
(HR. Ibnu Mardawaih dalam Tafsir-nya)

كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
(QS. As-Shaff: 3)

Baca juga: Mengapa deposito di bank konvensional termasuk riba? – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Dari mana kita harus memulai berdakwah?

Kita terkadang lupa. Begitu semangat berdakwah dan menyebarkan ilmu, tapi lupa beramal. Kita menyebut kekurangan manusia, padahal kita juga melakukan hal tersebut. Kita begitu bersemangat menasihati orang lain, tapi sering luput menasihati diri sendiri. Padahal, yang pertama dan utama adalah diri kita dahulu, kemudian orang di sekeliling kita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

(QS. At-Tahrim: 6)

Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam tafsirnya, bahwa seorang hamba tidak akan selamat hingga menunaikan perintah Allah terhadap dirinya sendiri dan orang-orang yang ada di bawah kekuasaannya, seperti istri, anak, dan yang lainnya.

Baca juga: Mengapa Pinjol Diharamkan? – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Kesimpulan

Maka, sebagaimana niat kita di awal dalam menuntut ilmu, yaitu untuk memperbaiki diri, marilah kita bersemangat dahulu menasihati diri sebelum memberi nasihat ke orang tercinta. Mari arahkan dakwah kepada diri sendiri dahulu, sebelum menyampaikan ke keluarga dan orang lain. Mari beramal dan memperbaiki diri, kemudian menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Sehingga, orang lain pun akan lebih tergerak dengan melihat kita telah memberi teladan terlebih dahulu.

Allahu a’lam bish-shawaab.

Baca juga: Menjadi Qawwam: Tugas dan Peran Suami dalam Islam

Referensi

  1. Al Qur’anul Karim
  2. Tasir Ibnu Katsir
  3. Tafsir As Si’diy

Oleh: Ahmad Abdunnasir

Artikel: fiqihmuamalah.com

Madinah, 11 November 2025

 

Related posts

Puasa Syawal: Hukum dan Keutamaannya dalam Islam

Istiqamah Setelah Ramadhan: Terus Dekat dengan Allah

10 Amalan Sunnah dan Adab di Hari Raya Idulfitri Sesuai Tuntunan Nabi ﷺ