MENJADI QAWWAM: Karakteristik Lelaki Sejati
Pentingnya sifat Qawwam pada Suami
Pernikahan merupakan ibadah yang agung, dan merupakan sunnahnya para nabi terdahulu, tentunya menikah lebih baik daripada membujang bahkan jika untuk fokus beribadah, sebagaimana yang terjadi pada agama lain semisal: yahudi dan nasrani, menikah juga memiliki manfaat yang besar diantaranya lebih menjaga pandangan dan syahwat, terkhusus di zaman ini. Diantara bentuk kesiapan laki-laki untuk menikah adalah memiliki sifat al Qawwam, maka kita perlu mengetahui apa itu sifat al Qawwam bagi laki-laki di dalam syariat islam.
Fungsi Qawwam dalam kehidupan rumah tangga
Kebahagiaan dalam rumah tangga diawali ketika peran suami sebagai qawwam berjalan dengan baik dan sempurna. Dalam Islam, tanggung jawab sebagai suami sangat besar. Serta pengaruhnya sangat luar biasa, karena qawwam berakibat pada keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga sehingga keluarga sakinah mawaddah warahmah mudah untuk diwujudkan.
Begitu juga ketika fungsi suami sebagai qawwam tidak terlaksanakan bahkan diabaikan, hal tersebut akan menyebabkan keretakan bahkan dapat berujung pada perceraian. Seyogyanya pasangan suami-istri mampu untuk memahami dan mengaplikasikannya secara maksimal, tentang fungsi dan peran penting qawwam ini dalam mengarungi pernikahan. Di sinilah letak urgensinya pembahasan tersebut, mengembalikannya pada aturan Sang Pencipta dan Pengatur Kehidupan.
Qawwamah suami atas istri adalah ketetapan dari Allah ‘Azza wa jalla yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Bukan berdasarkan kapasitas atau kemampuan kepemimpinan suami, dengan artian jika istri memiliki kemampuan lebih baik dalam ekonomi dan kapasitas kepemimpinan kemudian qawwamah itu beralih kepada istri. Ataupun kepemimpinan keluarga (qawwamah) menjadi tanggung jawab bersama sebagaimana yang dipropagandakan feminisme muslim dengan konsep keluarga maslahah yang mengedepankan kesalingan atau mubadalah.
Nas-nas Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan hakikat kehidupan suami-istri, hak dan kewajiban, serta sifat interaksi di antara keduanya. Allah Ta’ala telah menetapkan fungsi kepemimpinan suami dalam hubungan suami-istri dengan konsep qawwam agar terlaksana maksimal. Firman Allah Ta’ala,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri)”. (QS. An-Nisa’: 34)
Kepemimpinan (al-qawamah) di dalam ayat di atas merupakan kepemimpinan yang mengatur dan melayani (ri’ayah), bukan kepemimpinan instruksional dan penguasaan. Menurut bahasa Arab, makna kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan (qawamah ar-rijal ‘ala an-nisa`) adalah al-infaq ‘alayha wa al-qiyam bi ma tahtajuhu yaitu menafkahi istri dan memenuhi apa yang ia butuhkan. Makna dasar/etimologis ini digunakan pula pada makna syar’i dari kata al-qawamah. Atas dasar itu, makna kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan adalah kepemimpinan yang menegakkan urusan-urusan wanita.”
Baca juga: pentingnya-keluarga-dalam-islam
Penjelasan Qawwam
Dalam tafsir jami’ul bayan Imam Ath Thabari rahimahullah menukilkan dari Ibrahim bin Nasyith dari Umar mawla Ghufrah, beliau bertanya: “Apa itu al Qawwam?” beliau menjawab: “al Qawwam adalah kamu tidak memberikan nafkah kepada selain haknya, dan tidak menelantarkan hak yang wajib ditunaikan bagimu”.
Adapun dalam hal perlakuan dan pergaulan suami-istri yang ditetapkan syariah adalah pergaulan yang penuh dengan persahabatan. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menggauli dan memperlakukan istrinya dengan penuh persahabatan. Beliau tidak memperlakukan mereka layaknya bawahan atau orang yang berada dalam kekuasaan. Di dalam riwayat-riwayat shahih disebutkan bahwa istri-istri beliau pernah memprotes dan mendebat beliau.
Kehidupan suami-istri adalah kehidupan yang sarat dengan ketenangan, ketentraman, kasih sayang, dan persahabatan. Interaksi suami-istri tegak di atas prinsip ta’awun (tolong-menolong), saling menopang, bersahabat, harmonis, menyegarkan, tidak kaku, dan formalistik.
Allah Azza wa jalla pun telah memerintahkan kepada suami agar menggauli istrinya dengan baik,
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ
“Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka.” (QS. Al-Baqarah: 228)
وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ
“Dan bergaulah dengan mereka secara patut.” (QS. An-Nisa’: 19).
فَاِمْسَاكٌۢ بِمَعْرُوْفٍ
“Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Kehidupan suami-istri sebenarnya adalah kehidupan yang penuh kebahagian dan tanggung jawab. Pergaulan suami-istri adalah pergaulan penuh persahabatan dalam segala hal. Kepemimpinan suami terhadap istri adalah kepemimpinan yang bertanggung jawab, bukan kepemimpinan layaknya seorang penguasa diktator terhadap rakyatnya. Kemudian seorang istri juga diwajibkan taat kepada suami dalam batas-batas yang telah ditetapkan syariat.
Jadi, Allah Azza wa jalla telah memerintahkan agar para suami bersahabat dengan baik kepada istrinya. Ketika membangun ikatan suami-istri agar terjalin persahabatan dan pergaulan yang sempurna antara satu sama lain. Sehingga, menentramkan jiwa dan membahagiakan hidup.
Dalam hal ini juga ada kewajiban untuk memenuhi hak-hak istri berupa mahar dan nafkah. Kemudian suami hendaknya senantiasa berlemah lembut dalam tutur kata, tidak bersikap keras dan kasar, serta tidak menampakkan kecenderungannya pada istri yang lain jika dia beristri lebih dari satu. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengingatkan para suami,
فَاتَّقُ اللهَ فِى النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوْهُنَّ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ
“Bertakwalah kalian kepada Allah dalam (urusan-urusan) wanita (istri). Sungguh kalian telah mengambil mereka dengan amanah dari Allah dan kalian telah menghalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan kalimat Allah.” (Hadis Riwayat Muslim)
Kemudian hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِه وَ أَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluarganya. Aku adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” (Hadis Riwayat At-Tirmidzi)
Juga hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِلنِّسَائِهِمْ
“Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istri mereka.” (Hadis Riwayat At-Tirmidzi)
Dapat disimpulkan bahwa qawwam adalah kepemimpinan, pengurusan, pendidikan, dan pemberian nafkah seorang suami sebagai kepala keluarga kepada anggota keluarganya terutama istri. Sungguh tugas yang sangat mulia dan strategis yang Allah berikan kepada suami/laki-laki. Maka sudah sepantasnya amanah ini ditunaikan secara total dan maksimal.
Demikianlah syariat Islam telah menjelaskan seorang suami adalah orang pertama yang berkewajiban untuk mengkondisikan kehidupan rumah tangganya. Sehingga hak dan kewajiban suami-istri berjalan secara proporsional dan harmonis. Serta terbentuk institusi keluarga yang tegak di atas syariat Islam dan benar-benar mampu menciptakan ketenangan, keadilan, ketentraman, dan keamanan.
Seorang istri senantiasa taat terhadap qawwamah suami, apapun kondisi suami selama tidak mengajak kepada maksiat. Pun suami mempunyai kewajiban untuk mengimprove diri agar memiliki kemampuan memimpin keluarga dengan baik sehingga tercapai sakinah mawaddah warahmah.
Wallahu a’lam bishshawab
Baca juga: Rezeki Sempit: Penyebab dan Solusinya dalam Prespektif Islam
oleh: Muhammad Akmal Nazhan
Madinah 13 November 2024/ 11 Jumadal Ula 1446 H
Artikel: fiqihmuamalah.com
2 komentar