Mengapa Perencanaan Keuangan Syariah Itu Penting? Hindari Jebakan Konsumerisme

Merancang Masa Depan: Proses Perencanaan Keuangan Syariah yang Efektif"

MENGATUR GAYA HIDUP DENGAN PERENCANAAN KEUANGAN

Bahaya Gaya Hidup Konsumtif

Pada dasarnya, belanja adalah bagian dari rutinitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka. Namun, akan jadi masalah apabila belanja dilakukan hanya untuk bersenang-senang, apalagi sampai mengeluarkan biaya yang melebihi kemampuan finansial. Hal ini marak terjadi mengingat masyarakat lebih mudah belanja karena terdapat opsi pay later atau pinjaman online. Dengan tingkat literasi keuangan yang baru mencapai 49,68%[1], masyarakat Indonesia dikhawatirkan belum begitu paham terhadap konsekuensi dari layanan tersebut sehingga akan menyulitkan mereka di kemudian hari. Terbukti dalam satu semester tercatat bahwa terdapat Rp 2,15 triliun transaksi pay later yang mengalami kemacetan[2].

Baca juga: Mengapa Pinjol Diharamkan? – Fiqih Muamalah – Gerbang pertama anda menuju keberkahan

Tidak sedikit masyarakat yang terjerat layanan pinjaman online akibat tidak memahami syarat dan ketentuan yang diberikan. Mereka yang awalnya ingin belanja untuk mendapat kesenangan, pada akhirnya harus meratapi nasib karena tidak mampu melunasi utang yang banyak. Oleh karena itu, Islam telah memberi peringatan mengenai israf yaitu perilaku konsumsi yang berlebihan sebagaimana disebutkan dalam Surat Al-A’raf ayat 31 :

وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ

Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan

Urgensi Perencanaan Keuangan untuk Menyiapkan Masa Depan

Sering kali seseorang terlalu mudah belanja sesuatu yang tidak dibutuhkan karena tidak memiliki tujuan keuangan yang jelas di masa yang akan datang. Hal ini memperparah gaya hidup konsumtif karena hanya melihat dalam jangka pendek. Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk memiliki perencanaan keuangan agar tidak terjerumus pada pengeluaran yang tidak sesuai dengan kemampuan. Namun, patut disayangkan bahwa hanya 12,6% masyarakat Indonesia yang telah memiliki perencanaan keuangan[3]. Dengan adanya perencanaan, seseorang bisa membatasi diri dari gaya hidup konsumtif yang berlebihan.

Perencanaan keuangan merupakan seni untuk  mengelola keuangan pribadi atau rumah tangga agar lebih efektif bagi masa depan. Perencanaan keuangan dapat membantu seseorang untuk membedakan antara hal yang hanya menjadi keinginan atau kebutuhan, dan hal yang dapat ditunda atau  didahulukan.  Perencanaan keuangan tidak hanya sebatas mencatat pemasukan dan pengeluaran. Perencanaan keuangan  jauh lebih kompleks karena di dalamnya terdapat tujuan-tujuan yang akan dicapai secara finansial[4]. Tujuan tersebut dapat diwujudkan dengan pengelolaan yang baik seperti melakukan investasi dan menyiapkan dana darurat.

Di antara formula perencanaan keuangan adalah dengan menggunakan rumus 40-30-20-10. 10% dialokasikan untuk dana sosial, termasuk di dalamnya zakat mal sebesar 2,5% bagi yang memenuhi nishab dan juga sedekah lainnya. 20% digunakan untuk kebutuhan masa depan, termasuk di dalamnya investasi dan menyiapkan dana darurat. Investasi dapat dilakukan pada beberapa instrumen syariah seperti deposito mudharabah, sukuk, dan saham syariah. Sedangkan jumlah dana darurat yang dianjurkan adalah sebesar 6 kali dari kebutuhan pokok bulanan. Adapun 30% digunakan untuk membayar kewajiban dan 40% sisanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup[5].

 

Anjuran Perencanaan Keuangan dalam Islam

Secara tersirat, anjuran perencanaan keuangan terdapat dalam Surat Yusuf  ayat 47 :

قَالَ تَزْرَعُوْنَ سَبْعَ سِنِيْنَ دَاَبًاۚ فَمَا حَصَدْتُّمْ فَذَرُوْهُ فِيْ سُنْۢبُلِه اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّا تَأْكُلُوْنَ

Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun (berturut-turut) sebagaimana biasa; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan”.

Ayat tersebut merupakan tafsir Nabi Yusuf terhadap mimpi sang raja di mana Nabi Yusuf menghimbau agar seluruh hasil panen tidak langsung dimakan, tetapi disimpan sebagian karena di kemudian hari akan datang masa kekeringan yang menyebabkan gagal panen. Hal ini menjadi petunjuk agar seorang muslim tidak langsung menghabiskan seluruh pendapatan yang diperoleh, tetapi harus dikelola untuk kepentingan jangka panjang.

Baca juga: Rezeki Sempit: Penyebab dan Solusinya dalam Prespektif Islam

Dengan perencanaan keuangan, seseorang akan lebih teratur dalam mencatat pemasukan dan pengeluaran dari hartanya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang akan dipertanggung jawabkan pada hari kiamat sebagaimana hadits Rasulullah ﷺ berikut ini :

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya tentang umurnya kemana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya” (HR. Tirmidzi No. 2417).

Oleh : Muhammad Syauqy Alghifary

Madinah, 23 Rabiul Akhir 1446 H


[1] Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia 2022

[2] Puspadini (2024). Duh! Banyak Warga RI Pakai Paylater Tidak Mau Bayar. CNBC Indonesia

[3] Primadhyta (2017). Hanya 12,6 Persen Masyarakat Indonesia Punya Rencana Keuangan. CNN Indonesia

[4] Yushita (2017). Pentingnya Literasi Keuangan bagi Pengelolaan Keuangan Pribadi. NOMINAL : Barometer Riset Akuntansi dan Manajemen Volume 6 Nomor 1.

[5] Tamanni & Mukhlisin (2018). Sakinah Finance : Solusi Mudah Mengatur Keuangan Keluarga Islami. Solo : Tinta Medina.

 

Related posts

Puasa Syawal: Hukum dan Keutamaannya dalam Islam

Istiqamah Setelah Ramadhan: Terus Dekat dengan Allah

10 Amalan Sunnah dan Adab di Hari Raya Idulfitri Sesuai Tuntunan Nabi ﷺ

2 komentar

jason smith 5 November 2024 - 12:50 pm
syukron wa jazakallahu khoir atas ilmunya. ustadz, dari 100% penghasilan yang kita punya, sebaiknya berapa persen yang kita gunakan untuk berinvestasi, dan sedekahkan? barakallahufiik
Muhammad Syauqy Alghifary 20 November 2024 - 10:54 am
Bismillah. Pertanyaan yang bagus mengenai alokasi pendapatan untuk investasi dan sedekah. Sesuai formula yang direkomendasikan oleh penulis, yaitu 40-30-20-10, maka investasi masuk ke dalam pos kebutuhan masa depan yakni sebesar 20%. Termasuk dalam pos ini adalah tabungan atau dana darurat. Pada umumnya dana darurat yang perlu disiapkan sebesar 6-12 kali pengeluaran bulanan, jika sudah terpenuhi maka 20% penghasilan bisa dialokasikan untuk investasi. Adapun untuk sedekah masuk ke pos dana sosial sebesar 10%. Jika harta sudah mencapai nishab, maka 2,5% harus dizakatkan dan 7,5% sisanya dialokasikan untuk sedekah di luar zakat. Namun perlu diketahui bahwa formula ini ideal bagi yang memiliki penghasilan dengan selisih tidak terlalu besar terhadap pengeluaran pokoknya. Jika penghasilan di bawah pengeluaran pokok, maka pengeluaran pokok tetap diutamakan untuk bisa memenuhi kebutuhan yang sifatnya dharuriyat. Sedangkan jika penghasilan memiliki kelebihan yang banyak dibanding pengeluaran pokok, maka alokasi untuk investasi dan dana sosial bisa diperbesar lebih dari formula di atas.
Add Comment