Syarat barang yang dijual (bagian – 2)
Barang yang dijual harus milik pemiliknya atau diperkenankan olehnya.
Ulama dari kalangan mazhab hanafiyyah menjelaskan hal ini dengan 2 macam:
- Barang yang dijual adalah barang yang dimiliki. Maka tidak bolleh menjual barang yang bukan miliknya sepertinya, menjual rumput, pepohonan yang ada di jalanan.
- Barang yang dijual adalah barang yang diperkenankan untuk dijual oleh pemiliknya. Maka tidak diperkenankan untuk menjual barang yang belum mendapatkan izin dari pemiliknya. Dan diperkenankan seorang al wali/ al washi untuk menjual barang milik orang yang berada ditanggungannya (sesuai dengan mashlahat).
Tidak diperkenankannya menjual barang yang bukan miliknya berdasarkan hadits Hakim bin Hizam -Radhiyallahu ‘anhu-, Nabi Muhammad -Shallahu alaihi wassalam_ bersabda:
“ لا تبع ما ليس عندك”. Artinya: “Jangan menjual barang yang bukan milikmu[1]”.
Berdasarkan hadist ini, maka tidak boleh seorang menjual barang yang bukan miliknya atau belum mendapatkan izin pemiliknya untuk menjual.
Bagaimana jika seorang menjual barang yang bukan miliknya?
Seperti jika seorang suami menjual barang istrinya tanpa izin, para ulama menyebut permasalahan ini dengan Al bai’ Al Fudhuly. Para ulama menjelaskan bahwasanya al bai al fudhuly hukumnya sah dengan syarat mendapatkan izin dari pemiliknya dan jika mendapatkan izinya maka sah dan jika belum maka akadnya batal. Sebagaimana yang disebukan dalam hadist Urwah Al Baariqy berkata: “Nabi Muhammad -Shallahu alaihi wasslam- mengutusku untuk membeli 1 ekor kambing dengan harga 1 dinar. Maka aku bisa membeli sebanyak 2 ekor kambing dan aku jual 1 ekornya dengan harga 1 dinar, maka aku berikan kepada nabi 1 ekor kambing dan 1 dinar. Maka beliau -shallahu alaihi wassalam berkata: semoga Allah ta’ala memberkahi transaksi jual belimu[2]”.
Ditulis oleh Jundi Qoriba
Bekasi, 8 maret 2023
Sumber: KItab Fiqih Muamalat (Maktabah syamilah)
[1] Tuhaftul Muhtaj 2/206.
[2] HR Bukhori no. 3642, Abu Daud no. 3384, At Tirmizi no. 1258.