Kaidah-Kaidah Dasar Transaksi Kontemporer Bagian-1
Oleh Syaikh Prof. Dr. Khalid bin ‘Abdillah Al-Muslih
Pengantar bag.1
Pertama: Yang dimaksud dengan Ushul:
Ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl, yang secara linguistik berarti dasar dari sesuatu, dan pondasinya yang bersandar kepadanya bangunan. Oleh karena itu dikatakan: Al ashlu itu sesuatu yang dibangun diatasnya sesuatu yang lain, kata antonimnya adalah Al faru’ yang berarti sesuatu yang dibangun diatas sesuatu yang lain. Dan dikatakan: sesuatu yang muncul dari nya sesuatu yang lain, dan dikatakan: sesuatu yang bercabang darinya cabang yang lain, dan dikatakan: sesuatu yang dibutuhkan, dan dikatakan: sesuatu yang menjadi sandaran sesuatu yang lain.
Adapun Al ashlu menurut istilah memiliki beberapa arti, yang kesemuanya digunakan dalam pembicaraan para ulama, arti yang paling mencolok sebagai berikut:
- Dalil
Seperti perkataan kami: Dasar disyariatkannya tayammum adalah al-qur’an, dan dasar disyariatkannya mengusap khuffain adalah as-sunnahh. Yakni, dalil yang mensyariatkan tayamum adalah al-qur’an, dan dalil yang mensyariatkan mengusap khuffain adalah as-sunnah.
- Kaidah Kulliyat Mustamirroh
Seperti perkataan mereka: Pembayaran diyat dalam pembunuhan ditanggung oleh ‘a>qilah (keluarga pelaku) itu menyelisihi dasar (kaidah umum), dan perkataan mereka: dasar (kaidah umum) nya bahwa nash lebih didahulukan daripada dzahir.
- Yang Rajih
Seperti perkataan mereka: dasar dari suatu kalimat adalah arti sebenarnya.
- Al Mustashab
Seperti perkataan mereka: hukum asal dari segala sesuatu adalah diperbolehkan.
Yang dimaksud dari kata Al-Ashlu pada tulisan ini adalah kaidah kulliyat mustamirroh dan perkara yang dikembalikan kepada hukum asalnya dalam bab muamalah maaliyyah.
Diterjemahkan oleh Kais Qaolan Tsaqila